JALAN-JALAN MENUJU MONUMEN KEAJAIBAN

Kamis, Desember 28, 2023

 JALAN-JALAN MENUJU MONUMEN KEAJAIBAN

 

Karya : Zaskia Fonelisa Bella

 

Sumber : Jatim Network

Makan angin, dua buah kata yang singkat, padat, dan jelas. Bisa dikatakan makan angin ialah suatu hal yang melelahkan, namun juga menyenangkan dan mengasyikkan. Ini bukan seputar makan angin yang membuat masuk angin. Akan tetapi makan angin yang saya maksudkan disini ialah jalan-jalan. Bahasa gaulnya sih kalau kata teman-teman itu . Karena saya cinta bahasa negeri saya sendiri (cinta ga tuh haha), maka dari itu saya memutuskan untuk memilih…jeng jeng jeng jeng (agar menegangkan critanya), saya memilih menggunakan kata jalan-jalan saja.

Jalan-jalan, adalah suatu hal yang membutuhkan pengorbanan. Baik dalam bentuk pengorbanan waktu, tenaga, maupun biaya untuk melaksanakannya. Namun konyolnya, jalan-jalan ternyata sangat dirindukan oleh para manusia yang timbul tenggelam. Bagi saya jalan-jalan ialah waktu dimana seseorang dapat menyegarkan kembali otak dan pola pikir mereka, kalau bahasa sederhananya sih ya mereka mau cuci mata. Iya, maksudnya itu cuci mata dari segala sesuatu yang selama ini telah membuatnya suntuk, bukan cuci mata untuk melihat turis yang aduhai.

Maka dari itu, jadi orang jangan mudah berasumsi negatif dulu dong kalau belum mengetahui versi lengkapnya! Ngomong-ngomong nih ya, sepertinya jalan-jalan itu sudah menjadi hukum alam yang sedikit aneh, dimana pada saat jalan-jalan semua yang dirasakan hilang seakan melayang begitu saja ditepis oleh angin, namun ketika sampai di rumah biasanya ngeluhnya jadi tambah minta ampun deh. Kalian pernah terpikirkan begitu juga tidak? Tetapi mau bagaimana lagi, percaya tidak percaya ya itu realitanya menurut saya. Pada umumnya orang-orang berpresepsi kalau jalan-jalan itu perginya ke tempat perbelanjaan, pantai, gunung, atau ke luar negeri saja.

Padahal ada banyak tempat yang juga bisa dijadikan sebagai tujuan destinasi. Jika kita pandai memilih destinasi tujuan, maka manfaat yang dipetik biasanya akan lebih banyak juga. Seperti menambah wawasan, menambah teman, menjadikan destinasi tujuan sebagai bahan pengamatan atau referensi atau inspirasi untuk dijadikan inovasi baru, dan masih terdapat berbagai macam manfaat lainnya.

Menambah teman dapat terjadi ketika misalnya saja nih kita tidak sengaja bertemu dengan orang yang tidak dikenal, lalu kita berkenalan dan saling bertukar nomor telepon, dari situ kan akhirnya bisa berlanjut, sehingga dapat memperluas relasi pertemanan yang dimiliki, siapa tau juga bisa jadi jodoh hahaha bercanda. Perlu kalian ketahui kalau jalan-jalan tidak selalu hanya berjalan menggunakan kaki saja ya, tentu masih banyak anggota tubuh yang lain yang juga berpartisipasi, seperti: mata, hidung, mulut tangan, eh…maksudnya menggunakan kendaraan, karena kalau dipikirkan kembali ya tidak mungkinkan orang kuat berjalan dari Aceh hingga ke Papua, kasihanlah, yang ada malah orangnya nanti sampai ke rumah sakit terdekat bukan ke Papua.

Karena saya merasa termasuk ke dalam golongan orang yang timbul tenggelam, jadi saya merindukan jalan-jalan. Ketika saya memiliki waktu luang, fisik yang sehat (kalau mental jangan ditanya deh), dan uang keluarga saya yang cukup (ya tentunya uang keluarga saya dong bukan saya, alasannya karena saya hanya mau diajak jalan-jalan jauh jika bersama keluarga agar tidak mengeluarkan cuan hehe), biasanya saya bersedia untuk ikut jalan-jalan. Setelah ini akan saya kisahkan pengalaman saya ketika menuju Monumen Kresek di Madiun.

Sebagai intro, saya mau berbagai informasi terlebih dahulu mengenai Monumen Kresek di Madiun. Monumen Kresek ialah monumen bersejarah yang sengaja dibangun untuk menyimpan potongan sejarah kelam Bangsa Indonesia. Selain itu, Monumen Kresek menjadi media untuk mengenang bagaimana kekejaman PKI atau Partai Komunis Indonesia pada peristiwa yang merenggut nyawa di Madiun. Peristiwa memilukan tersebut disebut dengan Peristiwa Madiun.

Peristiwa Madiun berlangsung pada tahun 1948 di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Untuk mengenang peristiwa kelam itu, telah dibangun sebuah tetenger yang diberi nama Monumen Kresek pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1991. Monumen keganasan PKI ini berdiri di atas lahan yang luasnya kurang lebih sekitar dua hektar. Monumen tersebut diresmikan pada tahun 1991 oleh Gubernur Jawa Timur yang bernama Soelarso. Area pada Monumen Kresek dahulunya adalah bekas rumah warga yang dijadikan oleh PKI sebagai ajang pembantaian. Bahkan kabarnya di sekitar monumen inilah jenazah sejumlah tokoh yang dibantai PKI dimakamkan dalam satu lubang. Namun pada saat saya diberikan kabar tersebut, saya nampak acuh tak acuh dengan hal itu. Saat memasuki monumen, pengunjung akan melihat patung besar yang terdiri dari dua orang.

Patung tersebut menggambarkan adegan kejam saat Muso akan memenggal Kyai Husein, tokoh-tokoh dalam peristiwa Madiun itu. Untuk mencapai patung pemenggalan itu, ada tangga yang berjumlah 17, 9, dan 45. Jumlah tangga seolah menyimbolkan tanggal kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945. Di sekitar monumen juga terdapat prasasti batu yang mengukir nama-nama prajurit TNI dan pamong desa yang gugur dalam Peristiwa Madiun 1948.

Salah satu prajurit TNI yang gugur dalam pertempuran adalah Kolonel Infanteri Marhadi, nama beliau diabadikan menjadi nama Jalan di Madiun. Tepat di sebelah utara Monumen Kresek terdapat monumen kecil yang terbuat dari batu kali, di batu tersebut terukir nama-nama prajurit TNI dan para pamong desa yang dibantai oleh PKI.

Waktu itu saya sedang melihat-lihat apa saja yang ada di Monumen Kresek dipandu oleh seorang . memberikan arahan mengenai apa saja yang harus dipatuhi selama berada disana dan penjelasaan yang berisi informasi mengenai sejarah Monumen Kresek kepada daya. Tak lama kemudian, saya ditinggalkan oleh Monumen Kresek tanpa alasan, saya tak peduli akan hal itu. Saya terus melanjutkan perjalanan di Monumen Kresek walaupun tidak didampingi oleh , karena sebenarnya bukan masalah juga bagi saya, yang ada saya menjadi lebih nyaman jika tidak ditemani oleh siapapun karena merasa lebih bebas. Tak lama kemudian saya melihat ada relief yang terukir, lantas saya pun menghentikan langkah kaki saya. Ukirannya menggambarkan mengenai rangkaian-rangkaian peristiwa kekejaman PKI ketika membantai tokoh nasional Indonesia.

Bukan karena perasaan kagum atau prihatin yang muncul dari dalam diri saya, namun perasaan acuh tak acuh dan tidak percaya yang reflek timbul. Seakan ini semua hanya rekayasa bagi saya. Ketika saya akan melanjutkan berjalan, saya merasa ada yang menahan tubuh saya, sehingga tubuh saya tidak bisa bergerak dan mulut saya rasanya seperti ditutup ketika akan meminta tolong.

Saya merasa panik dan semakin lama saya semakin takut, karena saya sendirian dan tidak ada orang yang melintas. Keringat dingin semakin bercucuran dari wajah dan tubuh saya. Saya berkomat-kamit di dalam hati semoga segera ada orang yang melintas dan menolong saya. Namun sialnya, tetap tidak ada yang melewati area ini. Kurang lebih sekitar 10 menit saya merasakan hal konyol nan menyeramkan ini terjadi pada diri saya dan tiba-tiba ada kakek tua yang menyelamatkan saya. Saya bersyukur bala bantuan datang.

"Nak, ayo temani kakek berkeliling di area monumen ini!" perintah kakek

"Dengan senang hati, baik kek, akan saya temani." Jawabku.

"Trimakasih nak." Sahur Kakek

"Trimakasih kembali kakek" Timpalku

Untuk membalas kebaikan kakek itu, saya menuruti keinginan kakek itu, toh juga bukan keinginan aneh-aneh yang ia minta. Kakek itu hanya meminta agar saya mau menemaninya berkeliling di Monumen Kresek, tanpa berpikir panjang saya pun menyetujuinya. Awalnya tak ada hal aneh yang saya rasakan. Namun, semakin lama saya merasakan ada hal yang mengganjal. Ketika saya mengajaknya berbicara, ia tidak merespon sama sekali.

"Kakek mau istirahat dahulu tidak?" Tanyaku.

Kakekpun Hanya terdiam dan terus melihat arah jalan

"Kek? Kakek dengar saya kan?" tanyaku lagi.

Kakek teru terdiam, jangankan mengajaknya mengobrol, ketika saya memanggilnya saja ia tidak mau menoleh. Saya berusaha mencoba melawan perasaan tidak tenang ini dengan mencoba berpikir positif, walaupun itu sulit, namun tidak ada pilihan lain. Saya harus berbalas budi kepadanya. Kakek itu terus berjalan sembari membawa tongkatnya. Walaupun ia memakai tongkat, namun jalannya bisa dikatakan cukup cepat jika dibandingkan dengan orang-orang seumurnya.

Berprasangka baik saja, mungkin dulunya kakek itu ialah seorang atlet lari yang sering memenangkan perlombaan, sehingga jalannya sangat cepat dan tongkatnya ia gunakan hanya untuk formalitas saja agar sang kakek tidak malu ketika berkumpul dengan teman-teman sosialitanya yang mungkin bisa jadi pamer kehedonannya dengan cara menunjukkan tongkat-tongkat yang mereka miliki. Tongkat formalitas tersebut tampak sangat tua atau usang dan bewarna emas mengkilap, seperti barang antik yang bernilai sangat tinggi. Sang kakek berjalan dan berjalan hingga akhirnya terhenti pada sebuah rumah tua di Monumen Kresek. Dia akhirnya berbicara.

"Nak, ini sudah sampai rumah yang ingin kakek kunjungi, silahkan kamu bisa melihat-lihat terlebih dahulu." Ujar Kakek menjelaskan.

"Iya kek." Jawabku singkat.

Saya kira kakek itu mendadak bisu tadi, karena dipanggil tidak merespon, giliran sekarang ia bisa berbicara kembali, syukurlah kalau begitu, mungkin saja ia tadi tidak mendengarku. Di dalam rumah tua itu, saya diminta oleh sang kakek untuk melihat-lihat terlebih dahulu, saya pun hanya bisa meng “iya” ka, meskipun aslinya saya sendiri merasa kebingungan, apa yang harus saya lihat disini? Hanya sebuah gubuk tua di tengah hamparan rerumputan yang memiliki dinding dari anyaman bambu nan lusuh dan banyak sarang laba-laba menempel. Sontak terjadi hal yang mengejutkan, sang kakek yang mula-mula berada di belakangku tiba-tiba menghilang begitu saja.

"Kakek?" tanyaku

(krik krik.... suara sunyi dalam pembicaraan kita lagi)

"Kek...kakek...kakek dimana?" tanyaku kembali.

(krik krik...... masih saja dicuekin kakek)

Saya terus menerus memanggil-manggil sang kakek berharap ada sautan, namun hening. Hanya ada suara jangkrik, padahal sudah siang hari. Apa mungkin jangkriknya bangun kesiangan ya? Jadi konser unjuk suara jangkriknya dilakukan pada siang hari. Saya mencoba memeriksa area sekitar rumah itu dan ya tetap nihil hasilnya. Sang kakek tidak ada. Saya masuk kembali ke dalam rumah itu untuk mengambil benda yang tertinggal, namun secara tiba-tiba pintu rumah dari bambu ini tertutup dan tidak bisa dibuka. Rasanya seperti pintu besi yang dikunci dari luar, sangat kuat, padahal ini hanya pintu dari anyaman bambu. Salah jika saya tadi sempat berpikir kalau ini hanya rumah tua nan lusuh dan tidak berarti.

Di dalam rumah tua ini tidak ada benda tajam yang yang bisa saya gunakan untuk menjatuhkan pintu tersebut. Hanya terdapat kursi dari kayu, meja, ranjang tidur kayu, dan sepeda tua tak berfungsi yang tersandar di dinding anyaman bambu. Tidak ada jendela juga, mengingat zaman dahulu sering terjadi peperangan, maka dari itu untuk menyelamatkan diri, rumah ini tidak diberi jendela.

Ketika saya mencoba mendobrak pintu menggunakan tubuh saya, aneh bin aneh yang terpental ialah badan saya, bukan pintu anyaman bambu tersebut. Tenaga saya habis tak tersisa selepas saya habiskan untuk mendobrak pintu. Saya pun lemas tak berdaya dan akhirnya tergeletak di tanah rumah tua ini. Ketika saya membuka mata, hal aneh terjadi pada diri saya. Tampak saya seperti orang yang mengalami amnesia. Saya tak mengetahui saya berada dimana dan mereka siapa.

Ketika saya terbangun, yang saya lihat ialah mereka para wanita yang rambutnya digulung, memakai pakaian kebaya tradisional kain, dan memakai bawahan berupa rok dari kain batik yang dibuat sedemikian rupa. Saya mencoba memanggil salah satu ibu-ibu yang saya lihat tadi, namun mereka seperti tak mendengar dan tak melihat saya.

"Permisi, ibu ini dimana ya kalau boleh saya tau?" tanyaku

"Ibu? Halo?" tanyaku kembali karena belum ada jawaban.

Karena tidak ada respon sama sekali, lalu saya mencoba memanggil anak kecil lain yang sedang bermain ketapel dari kayu sederhana yang diberi karet dari bekas ban dan kayu.

"Halo dek, kakak mau tanya ini dimana ya?" tanyaku kepada anak kecil yang sedang bermain.

"Adek, nanti kalau adek jawab, kakak belikan permen yang adek suka deh!" bujukku kepada anak kecil tadi.

Namun sayangnya, hal serupa terjadi lagi. Sang anak kecil itu juga tak merespon sama sekali. Saya semakin berpikir keras mengenai apa yang terjadi pada diri saya ini. Hingga akhirnya saya merasa kalau saya tak kasat mata oleh mereka dan saya sedang berada pada masa lampau, tepatnya pada tahun 1948.

Mengapa saya bisa menyimpulkan kalau sedang berada di tahun 1948? Karena saya melihat ada surat kabar yang bertuliskan tahun 1948 dan tergeletak di meja rumah tua tadi. Saya keluar dari rumah ini…ya rumah yang tadinya rumah tua lalu secara tiba-tiba sekarang menjadi rumah berpenghuni. Saya keluar bukan untuk melanjutkan mencuci mata dan bersenang-senang, namun saya keluar untuk mencari pintu atau cara agar saya bisa segera kembali menuju zaman saya sebelumnya. Ketika saya berada di jalan yang belum ada aspal, masih berupa bebatuan dan tanah biasa, saya melihat ada perkumpulan bapak-bapak dari ujung kepala hingga kakinya menggunakan seragam bewarna kuning dan bersepatu di sebuah warung kopi.

Senjata setiap saat mereka bawa, bagaimana tidak, ketika saya mengamati salah satu diantara mereka, ketika mau menambah kopi lalu balik ke tempat duduk tadi saja senjatanya dibawa. Sudah bagaikan dengan hewan dan ekor ibaratnya.

Sepertinya mereka ialah pasukan militer pada zaman itu yang sedang mengopi. Saya mencoba mendekat dan mendengarkan obrolan bapak-bapak. Ternyata bapak-bapak zaman dahulu juga sudaah punya juga, ya seperti yang kita ketahui, walaupun bapak-bapak terdengar di telinga kita, namun ya suasana mereka tetap asik saja. Contohnya nih ya, ketika salah satu diantara mereka ada yang sedang memberikan pertanyaan.

"Aku punya pertanyaan ni rek, perhatikan dulu! Pisang saat panas dibacanya apa? Siapa bisa?" Tanya Bapak pertama.

"Pisang asap!" jawab Bapak kedua sembari tertawa kecil.

"Salah!" Sahut Bapak pertama singkat.

"Pisang api!" timpal Bapak ketiga cepat.

"Salah! Ayo dong masa gitu doang gabisa sih, malu-maluin pasukan militer aja lu pada bang!" Celetuk Bapak Pertama.

"Pisang apa ya...nyerah-nyerahh, jawabannya apa emang?" Sahut Bapak keempat menyerah.

"Iya jawabannya apa?" tanya Bapak ketiga penasaran.

"Disimak ya rekkk, jawabannyaaaa...hihang hoyengg, coba aja kalau ga percaya lu pada makan pas pisang panasnya baru mateng." Jawaban Bapak Pertama tertawa lepas.

Semuanya pun menyambut dengan tertawa bahagia. Siapa sangka, hanya dengan jawaban hihang hoyeng, salah satu Bapak tersebut sudah bisa mendapatkan pahala sebab ia telah berhasil membuat teman-temannya tertawa sampai terpingkal-pingkal. Itulah kerennya bapak-bapak, walaupun nya namun saling menghargai dan tetap seru. Tak lama kemudian, pembahasan mereka berubah menjadi berat, mereka kembali normal untuk membahas tanggungjawab yang sedang mereka gunakan seragamnya, yakni seragam militer. Mereka sedang menganalisis bagaimana awal mula pemberontakan PKI terjadi.

Kisah ini bermula pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dan penjemputan Amir Syarifuddin dari penjara Lowokwaru Malang. Amir Syarifuddin diangkat menjadi menteri penerangan pertama Republik Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya sebagai menteri penerangan, Amir Syarifuddin memberikan penerangan ke luar negeri tentang kemerdekaan Indonesia, cita-cita Indonesia, dan revolusi ideologi negara pancasila yang disampaikan melalui radio Indonesia dan melalui berbagai penerbitan.

Selain memberikan penerangan ke luar negeri, penerangan di dalam negeri juga dilakukan oleh Amir Syarifuddin dengan cara mengirim petugas ke berbagai daerah untuk menanamkan dan menyebarkan pengertian brserta arti dari Proklamasi dan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam dalam hal ini, Amir berjasa untuk menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan Indonesia di berbagai daerah hingga skala internasional.

Alasannya, karena pada kala itu tidak semua daerah-daerah sudah mendapatkan informasi tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Amir Syarifuddin yang sebelumnya memegang dua jabatan menteri, yakni sebagai menteri penerangan dan menteri keamanan rakyat akhirnya ia beralih jabatan. Pada tanggal 3 Januari 1946, jabatan menteri penerangan berpindah ke tangan Muhammad Natsir yang berasal dari partai Masyumi dan Amir Syarifuddin beralih memegang jabatan menjadi menteri keamanan rakyat pada kabinet Syahrir.

Pengangkatan Amir Syarifuddin sebagai menteri keamanan rakyat sempat ditolak mentah-mentah oleh kalangan militer, karena mereka menginginkan jika menteri keamanan rakyatnya ialah Sultan Hamengkubuwono ke-9, bukan Amir Syarifuddin. Kasihan sekali Amir Syarifuddin tidak diterima oleh teman-temannya. Nah, ketidak setujuan mereka ini dilakukan  berdasarkan hasil musyawarah TKR yang dilakukan pada tanggal 12 November 1945.

Musyawarah ini dihadiri oleh para panglima divisi dan komandan resimen dari seluruh Jawa dan Sumatera. Namun, hasil musyawarah ini ditolak oleh Perdana Menteri Sultan Syahrir, karena menurutnya dia lah yang lebih berhak menunjuk siapa saja yang akan duduk sebagai menteri dalam kabinetnya dan tentara harus menerima keputusan pemerintah.

Sebagai menteri keamanan rakyat, Amir Syarifuddin memaparkan konsepsinya sebagai militer yang mana TKR, KNIL, dan PETA dengan latar belakang yang berbeda-beda ini harus dijadikan satu visi dan tujuan. Untuk merealisasikan gagasan ini, pada tanggal 1 Januari 1946 Amir Syarifuddin mengubah nama tentara keamanan rakyat menjadi tentara keselamatan rakyat melalui Penetapan Pemerintah Nomor 2/SD 1946. Dengan demikian TKR atau tentara keselamatan rakyat merupakan alat Negara Republik Indonesia dan mereka harus patuh kepada pemerintah Indonesia. Selain itu, nama menteri keamanan rakyat juga dirubah menjadi menteri pertahanan kemudian pada tahun yang sama, yakni pada tahun 1946.

Nama tentara keselamatan rakyat dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia atau TRI dengan kedudukan yang lebih tegas sebagai satu-satunya militer dalam Republik Indonesia. Namun di lain sisi, selain TRI ada laskar-laskar dan barisan perjuangan rakyat yang juga diakui oleh pemerintah yang hak dan kewajibannya disamakan dengan tentara. Karena kala itu masih terdapat dualisme dalam bidang pertahanan di Indonesia, sehingga Amir Syarifuddin berusaha untuk melakukan berbagai upaya mempersatukan laskar-laskar agar melebur ke dalam tentara Republik Indonesia atau TRI.

Namun usaha yang dilakukan oleh Amir Syarifudin tidak membuahkan hasil, akhirnya pada tanggal 5 Mei 1949 Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Laskar dan barisan perjuangan lainnya dimasukkan kedalam TRI. Kemudian pada tanggal 7 Juni 1997, Presiden Soekarno menetapkan dan mengesahkan berdirinya TNI atau Tentara Nasional Indonesia. Walaupun Presiden Soekarno telah mengeluarkan Dekrit untuk mempersatukan semua Angkatan Perang, namun dalam pelaksanaannya berjalan lamban karena pada tahun 1947 terjadi Agresi Militer Belanda pertama. Tahun 1947 pemerintahan Indonesia tengah menghadapi adanya agresi militer Belanda, Belanda mencoba untuk melakukan berbagai upaya perebutan, baik dengan cara melakukan perang gerilya ataupun melalui perundingan-perundingan. Dalam perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 mendapatkan ketidak setujuan dari beberapa tokoh nasional termasuk Tan Malaka.

Menurut Tan Malaka tuan rumah tidak seharusnya berunding dengan maling di rumahnya sendiri. Oleh karena itu, Tan Malaka menculik Perdana Menteri Syahrir dan menteri pertahanan Amir Syarifuddin, yang mana Syahrir berhasil diculik oleh Tan Malaka di Solo, namun ia berhasil bebas. Sementara upaya penculikan terhadap Amir Syarifuddin dilakukan saat berada di kediamannya kala itu. Amir dipaksa untuk naik ke dalam truk dengan ancaman senjata oleh tentara Tan Malaka, namun ketika berada di dalam truk terjadi baku tembak antara tentara yang menculik Amir dengan tentara yang menjaga rumahnya. Akhirnya Amir Syarifuddin memaksa sopir truk untuk melarikan truknya menuju istana presiden, sehingga ia bisa selamat dari aksi penculikan ini.

Pada tahun 1947, setelah adanya Perjanjian Linggarjati oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir yang memberikan konsensi terlalu jauh kepada pihak Belanda, membuat Kabinet Syahrir jatuh dan digantikan oleh Kabinet Amir Syarifudin dengan merangkap menteri pertahanan. Tak lama kemudian, setelah Kabinet Amir dilantik pada tanggal 6 Juli 1947, Amir Syarifuddin menyampaikan pidato yang ditujukan kepada rakyat dan Pemerintah Amerika Serikat dengan memberikan kepercayaan kepada Amerika untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian yang terjadi antara Indonesia dan Belanda. Selain itu, berbagai usaha melalui perundingan juga dijalankan oleh Kabinet Amir untuk memperoleh pengakuan secara maupun.

Namun, Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia menentang berbagai perundingan yang telah dilakukan dengan adanya Agresi Militer Belanda. Keadaan yang semakin genting antara pihak Indonesia dengan Belanda ini membuat Amir Syarifuddin terus melakukan berbagai perundingan dengan pihak Belanda di Yogyakarta maupun di Jakarta. Amir Syarifuddin menyadari adanya potensi militer Indonesia yang tidak cukup kuat dan persenjataan yang terbatas membuat Amir berusaha untuk menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi lewat jalan damai, sehingga meminimalkan korban yang berjatuhan diantara kedua belah pihak.

Pada tanggal 30 Juli 1947 misalnya, berbagai perundingan yang dilakukan oleh Kabinet Amir membuahkan hasil ketika dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam sidang yang digelar pada tanggal 4 Agustus tahun 1947 menghasilkan resolusi bahwa permusuhan antara Indonesia dengan Belanda harus segera dihentikan dan konsul-konsul negara asing yang ada di Jakarta akan mengadakan penyelidikan tentang keadaan yang sebenarnya. Hasil ini diterima gembira oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun, Belanda yang masih berambisi untuk menguasai Indonesia melanggar hasil yang telah ditetapkan oleh PBB dan terus melakukan berbagai perlawanan untuk bisa menguasai kembali Indonesia-Belanda.

Melihat pertikaian yang terus terjadi antara Indonesia dengan Belanda, membuat PBB atas usulan Amerika Serikat membentuk komisi jasa-jasa baik atau yang lebih dikenal dengan KTN untuk menjadi penengah dalam setiap perundingan antara pihak Indonesia dengan Belanda. Akhirnya KTN yang telah dibentuk oleh PBB mengadakan perjanjian renville antara pihak Indonesia dengan Belanda. Untuk mempersiapkan segala sesuatunya dalam perundingan ini, Kabinet Amir meminta partai Masyumi untuk turut serta membantu dalam kabinetnya dan kemudian permintaan itu dipenuhi oleh partai Masyumi. Akhirnya, pada tanggal 8 Desember 1948 perjanjian renville yang dilakukan di atas Kapal Renville Amerika Serikat.

Meskipun dengan berbagai upaya dilakukan oleh Kabinet Amir untuk memenangkan perjanjian ini, singkat kisah hasilnya perjanjian renville ini justru menimbulkan kerugian untuk Republik Indonesia. Hal ini beralasan karena perjanjian renville ini membuat wilayah Indonesia semakin kecil yang hanya terdiri dari Karesidenan Banten, Yogyakarta, Bojonegoro dan Sumatera. Bahkan, perjanjian renville ini dinilai oleh berbagai pihak sebagai perjanjian yang gagal yang diwakili oleh Kabinet Amir.

Karena kegagalan Kabinet Amir Syarifudin dalam perjanjian Renville ini membuat partai Masyumi dan PNI menarik anggotanya dari Kabinet Amir, akhirnya pada tanggal 23 Januari 1942 Presiden Soekarno mengumumkan pembubaran Kabinet Amir Syarifuddin dan menunjuk Muhammad Hatta untuk membentuk kabinet presidensial yang disebut dengan kabinet Hatta. Otomatis Amir Syarifuddin dipecat dari jabatannya. Pada waktu itu, Amir Syarifuddin sangat kecewa dengan PNI dan Masyumi yang mengkhianatinya. Padahal, dalam setiap perundingan wakil-wakil dari kedua partai itu selalu diikutsertakan, sehingga membuat Amir Syarifuddin sakit hati dan lebih memilih menjadi oposisi pemerintah, termasuk oposisi kabinet Hatta.

Kekecewaan Amir Syarifuddin terhadap Republik Indonesia ini membuat Amir membentuk suatu wadah organisasi sebagai oposisi pemerintah. Sehingga, pada tanggal 26 Februari 1948, Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat atau FDR yang terdiri dari PKI, PTI, Partai Sosialis, PESINDO, dan SOBSI.

Pembentukan FDR ini bertujuan untuk menjadi oposisi terhadap kabinet Hatta serta berusaha menjatuhkan kabinet Hatta dengan berbagai propagandanya. Dalam pergerakannya, oposisi FDR semakin meningkat keras setelah keikutsertaannya dalam program nasional yang mendasari bentuk cabinet. Waktu itu, Amir memegang peranan penting dalam rapat tersebut, bahkan ia menyatakan bahwa sebagai dasar negara pancasila, para petani harus memiliki tanahnya sendiri dan yang tidak memiliki tanah harus diberikan agar produksi nasional dapat membaik.

Amir Syarifuddin yang membangun jaringan luas sejak masih menjadi menteri pertahanan jelas memiliki pendukung yang banyak. Bahkan pendukungnya semakin bertambah ketika Kabinet Hatta mengumkan kebijakan Re-Ra atau Reorganisasi dan Rasionalisasi Angkatan Bersenjata, yang mana kebijakan Re-Ra ini merugikan militer sayap kiri. Mereka yang sakit hati terhadap kebijakan Re-Ra ini kemudian lebih mendukung FDR. Amir sebagai pemimpin FDR yang sadar akan potensi banyaknya pendukung ini, jelas menolak kebijakan Re-Ra. Untuk menjatuhkan Kabinet Hatta dalam pergerakannya, FDR merancang dua program untuk merebut kekuasaan, yakni dengan cara memperlemah dan memperburuk citra pemerintah.

Saat itu, FDR secara sengaja memancing bentrok antar warga dengan cara menghasut dan memprovokasi kaum buruh dan tuan tanah. Akhirnya menyebabkan timbulnya kegaduhan yang sangat luar biasa sampai-sampai terjadi peristiwa-peristiwa bersenjata yang secara sengaja dilancarkan serta ditunggangi oleh golongan-golongan tertentu akibat dari ulah FDR yang menyebarkan isu-isu propaganda serta menerapkan sistem pada militer. Pada tanggal 23 Juli 1948, FDR melakukan berbagai ancaman dengan adanya pemogokan besar-besaran oleh para buruh dan petani.

Gerakan ini sengaja dibentuk oleh FDR dengan tujuan agar Kabinet Hatta dituduh tidak mampu menyelesaikan problematika yang terjadi pada kala itu. 20 Agustus 1948, kekuatan FDR semakin kuat setelah kedatangan musuh menawar dari Moskow. Kedatangan musuh ini disambut baik oleh FDR maupun PKI. Bahkan Presiden Soekarno pun menyambut baik kedatangan musuh serta ingin musuh kembali membantu Republik Indonesia.

Namun musuh berkata lain, selain ia ingin membantu Republik Indonesia, ia juga ingin lebih dahulu memulihkan kekuatan PKI dengan menjalankan gagasan barunya yang ia sebut sebagai atau jalan baru PKI. Di lain sisi untuk memperkuat gagasannya ini, musuh kemudian bekerjasama dengan Amir Syarifuddin untuk memperkuat PKI dengan FDR nya. Mungkin karena berbagai kesepakatan antara FDR dengan PKI hingga akhirnya FDR dan PKI memutuskan untuk meruntuhkan Kabinet Hatta dan merebut Kekuasaan pemerintah untuk merealisasikan apa yang disebut jalan barunya. FDR dan PKI akhirnya mengganti nama menjadi PKI atau Partai Komunis Indonesia. Pada tanggal 9 September 1948, PKI melakukan propaganda-propaganda untuk membentuk persatuan nasional dengan PNI dan Masyumi, namun usulan dari PKI ini ditolak mentah-mentah oleh PNI dan Masyumi.

PKI pun melancarkan aksi-aksi kegaduhannya yang ditempatkan di Kota besar Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. PKI mengawali dari salah satu kota besar di Jawa Tengah, yaitu Kota Solo. Di Kota Solo, PKI melakukan kegaduhan yang sangat kacau, sehingga semua pemerintahan terpusat pada Kota Solo. Pasca PKI merasa semuanya sudah terpusat pada Kota Solo dan tidak menghiraukan kota-kota lain, PKI mulai meluncurkan aksi-aksi selanjutnya, yaitu ke Kota besar di Jawa Timur, Madiun.

Secara cepat PKI berpindah dari Kota Solo menuju Kota Madiun ketika sedang gempar-gemparnya semua pihak membahas tentang Kota Solo. PKI sudah memiliki siasat kalau Solo akan dijadikan pusat kekacauan, sedangkan Madiun akan dijadikan pusat pemerintahan PKI, sehingga PKI akan menguasai Indonesia melalui Kota Madiun. Walaupun salah seorang pimpinan PKI berkopiah, namun kenyataannya mereka ialah pergerakan yang menolak adanya hal-hal yang berbau islam. Pada saaat tiba di Madiun, PKI langsung melancarkan aksinya dengan menyerang para santri dan kyai di Kota Madiun. Hal ini beralasan karena menurut pandangan PKI, bangsa ini tidak memperlukan orang-orang yang kental dengan agamanya. Mereka beranggapan kalau kegiatan membaca kitab suci, berdzikir, dan kegiatan sejenisnya ialah hal yang membuang-buang waktu dan sia-sia alias tidak berguna. Pada suatu saat, PKI memberikan undangan kepada para kyai dan santri di Madiun yang isinya ialah sebuah surat agar mereka datang ke acara keagamaan.

Para kyai pun sempat ragu dan ada perasaan buruk yang manghantui mereka. Karena keimanan mereka sangat kental, sehingga ketika malam harinya setelah mereka mendapatkan surat tersebut, mereka melakukan shalat istikharah atau shalat untuk meminta petunjuk kepada Tuhan di waktu sepertiga malam lalu berdzikir dan membaca kitab suci. Tak lupa juga mereka berdoa untuk meminta petunjuk serta menyerahkan diri mereka sepenuhnya kapada Sang Penguasa.

Keesokan harinya dengan langkah yang berat dan perasaan yang tidak menentu, mereka sudah menyiapkan diri untuk berangkat ke acara tersebut, mereka berpamitan kepada sang istri dan anak. Di sepanjang perjalanan mereka terus berdzikir dan meminta perlindungan kepada Tuhan, hingga akhirnya mereka tiba di acara tersebut. Mereka disana tidak melihat ada acara besar keagamaan, namun setibanya disana mereka disambut oleh PKI. Mereka diminta untuk berkumpul menjadi satu, tak lama kemudian mereka digiring langsung oleh pihak PKI dengan ditodong menggunakan senjata. Ya, benar perasaan buruk mereka terbukti di tempat tersebut. Mereka dipisah menjadi dua kelompok, bagi para santri mereka disiksa dan ditembak hingga tak bernyawa, darah pun berceceran dimana-mana. Sedangkan para kyai digiring berjalan menuju sebuah kereta hingga akhirnya berhenti lalu sampai di sebuah sumur yang dalam, para kyai dipaksa untuk masuk ke dalam sumur itu secara hidup-hidup. Salah seorang kyai pun memberontak sang PKI.

"Mau kau apakan kami wahai penjahat?" Tanya Kyai.

"Sudah diam dan turuti saja keinginan kami!" Jawab salah satu anggota PKI.

“Dor......!!!”, terdengar suara gencatan senjata lepas dari senjata anggota PKI tersebut.

Suara pebembakan tersebut ternyata terjadi pada sang kyai tadi yang ditembak dan didorong hingga masuk ke sumur itu. Kyai yang lain pun didorong paksa oleh para anggota PKI dengan menggunakan senjata agar mereka masuk ke dalam sumur itu.

Setelah semuanya masuk sumur, mereka disana mulai dilempari dan ditimbun dengan batu. PKI berniat untuk membuat siksaan bagi para kyai, sehingga mereka terus melempari bebatuan besar, agar mereka tertimbun oleh batu di dalam sumur yang dalam secara hidup-hidup. Sang kyai tak langsung meninggal begitu saja, mereka terus melantunkan dzikir hingga nafas terakhir.

Setelah semuanya selesai, TKP tersebut pun dirapikan oleh PKI agar mayat mereka tak ditemukan. Konon katanya bagi orang di sekitar sumur tersebut, ketika masih 7 hari pasca pembantaian tersebut, masyarakt sekitar sering mendengar lantunan dzikir yang tidak jelas asal mula suaranya darimana. Atas kuasa Tuhan, jasad mereka akhirnya ditemukan setelah salah seorang masyarakat sempat melihat kalau mereka digiring oleh para anggota PKI. Salah seorang anggota PKI yang sedang berjalan sendirian tiba-tiba dikepung oleh masyarakat dan dipukuli agar ia mau mengaku dimana dia dan teman-temannya membuang jasad para kyai dan santri.

Awalnya anggota PKI tersebut tak mau mengakui perbuatan kejinya, namun ketika ia akan meninggal, ia menyebutkan tempat dimana para kyai dibuang dan para santri disiksa. Masyarakat pun lantas mendatangi tempat tersebut dan melakukan evakuasi kepada para korban. Jeritan dan tangisan tentu ada, namun sejak saat itu, mereka sadar kalau PKI sudah sampai di Madiun dan akan memberantas semua anggota PKI agar tidak semakin banyak memakan korban. Lalu untuk mengenangnya, sumur tua tersebut konon katanya diubah menjadi sebuah Monumen Kresek. Kereta dan rumah untuk membantainya pun juga berada di area Monumen Kresek.

Tak hanya sampai disitu, kekejaman PKI masih berlanjut. Ternyata pada tanggal 15 September 1948 telah terjadi pertempuran antara pasukan Senopati dan Siliwangi yang pecah di Kota Sukoharjo, Wonogiri, Pracimantoro, Baturetno, dan berbagai tempat lainnya. Pertempuran ini sengaja ditunggangi oleh PKI karena bertujuan untuk mengadu domba tubuh militer sampai terjadinya pertempuran antar militer ini. Hal ini dilatarbelakangi karena terbunuhnya Kolonel Sutarto dari Senopati yang terjadi pada tanggal 2 Juli 1948. Pelaku pembunuhan Kolonel Sutarto ini dianggap oleh sejumlah pihak kalau ia dibunuh oleh pasukan Siliwangi, namun beberapa pihak lain mengatakan bahwa pelakunya masih belum jelas alias simpang siur. Kondisi inilah yang menyebabkan pertempuran antara Pasukan Senopati dan Pasukan Siliwangi semakin memanas hingga pada akhirnya Pasukan Senopati mundur ke daerah Wonogiri.

Seiring berjalannya waktu, dengan berbagai pertikaian dan berbagai propaganda yang terjadi antara FDR dan PKI, akhirnya pada tanggal 18 September 1984 diproklamasikan Negara Indonesia Soviet. Ini sebenarnya tidak diketahui oleh musuh dan Amir, mereka baru mengetahui setelah diberitahu oleh Sumarno CS bahwa FDR dan PKI telah mengadakan perebutan kekuasaan Musso.

Amir yang mendengar bahwa pemberontakan telah dimulai sangat terkejut karena peristiwa ini diluar rencana dan persetujuan pimpinan FDR dan PKI. Setelah berita tentang pemberontakan FDR dan PKI Madiun 1948 terdengar oleh pemerintahan pusat, keesokan harinya pada tanggal 19 September 1948 Presiden Soekarno berpidato lewat radio akan pentingnya persatuan dan kesatuan untuk melawan ancaman dari Belanda dan pengacau dalam negeri. Selain itu, Perdana Menteri Muhammad Hatta juga melakukan operasi penumpasan terhadap FDR dan PKI yang mengacau ketertiban dan keamanan.

Walaupun dalam penumpasan ini sempat mendapatkan perlawanan yang sengit dari tentara FDR dan PKI, namun Madiun secara cepat berhasil direbut kembali oleh pasukan militer Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1948. Salah satu pimpinan FDR dan PKI yang bernama Muso Menawar berhasil ditangkap dan langsung dieksekusi mati di Ponorogo. Sementara Amir Syarifuddin sendiri baru tertangkap pada tanggal 29 November 1948 di Desa Klambu, Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah dengan tubuh yang mulai kurus serta hanya memakai baju piyama, sarung, dan tanpa beralaskan kaki. Amir Syarifuddin tidak mengadakan perlawanan sedikitpun meskipun di tangannya masih memegang pistol, kemudian Amir pun ditahan beberapa hari di kota Jogjakarta. Di lain sisi, pada tanggal 18 Desember, sidang kabinet Hatta dilakukan untuk membahas tindakan apa yang harus diambil terhadap Amir Syarifuddin dan kawan-kawannya.

Sidang yang dihadiri oleh 12 orang ini berpendapat bahwa empat orang menghendaki ditembak mati, empat orang berpendapat supaya dibebaskan, dan empat orang lainnya tidak memberikan suaranya alias golongan putih. Sementara itu, Presiden Soekarno sendiri dalam nya memilih agar Amir dan kawan-kawannya tidak ditembak mati, namun pada tanggal 19 Desember 1948, saat bersamaan dengan kedatangan Agresi Militer Belanda Kedua dan kekhawatiran Gubernur Kolonel Gatot Subroto jika Amir dan kawan-kawannya memberontak dan membelok memihak Belanda, akhirnya di daerah Ngaliyan sebelah utara Kota Solo Amir Syarifudin bersama dengan kawan-kawannya dieksekusi mati secara sepihak.

Sebelum regu tembak akan mengeksekusi, Amir Syarifuddin meminta sedikit waktu bersama rekanrekannya untuk diberi kesempatan menulis sepucuk surat. Permintaan terakhir Amir pun dikabulkan. Sesudah surat-surat itu diserahkan, Amir Syarifuddin bersama dengan rekan-rekannya menyanyikan lagu Indonesia Raya serta mars komunis internasional. Amir dan kawan-kawannya pun dieksekusi mati. Kita ambil hal positifnya saja, perjalanan hidup sosok pejuang seperti Amir Syarifuddin merupakan salah satu dari episode perjalanan sosok pejuang yang berjuang untuk bangsanya, perjalanan yang penuh dengan lika-liku yang dihadapi Amir Syarifuddin tak lain adalah berjuang untuk mengusir penjajah dari tanah airnya. Dan sebagai generasi penerus bangsa sudah sepatutnya kita juga memandang sisi lain dari sosok Aamir Sarifudin yang telah dikhianati dan dicap sebagai pemberontak bangsa selama ini.

Pada intinya, peristiwa ini bermula ketika Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (Re-Ra) pada 27 Februari 1948 dengan tujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, namun kabinet tersebut termyata menggantikan Kabinet Amir Syarifuddin yang telah dihapus lantaran dianggap merugikan Indonesia pada Perjanjian Renville dan menguntungkan Belanda. Akibatnya, seperti wilayah kekuasaan Indonesia semakin menyempit dan pengosongan terhadap kantong gerilya yang melemahkan semangat perjuangan Indonesia. Mantan Perdana Menteri Amir Syarifuddin turun jabatan menjadi pihak oposisi kebijakan pemerintah. Sayangnya, kelengseran Amir justru membuatnya semakin memberontak. Amir kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948.

FDR didukung oleh organisasi komunis seperti Partai Sosialis, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia atau yang sering disebut dengan SOBSI. Tujuan berdirinya FDR antara lain untuk menuntut pembubaran Kabinet Hatta dan melakukan tindakan pemogokan umum. Musso yang baru saja datang dari Soviet mengajak FDR untuk bergabung bersama PKI. FDR pun menyepakati penggabungan tersebut dengan alasan untuk memperkuat sikap oposisi Amir Syarifuddin.

Organisasi berpaham kiri ini pun akhirnya membentuk kekuatan bersama Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Mereka berusaha merampas wewenang dan kekuasaan Indonesia yang dipegang oleh Kabinet Hatta lantaran tidak puas dengan hasil dari kebijakan pemerintah pusat. Inisiatif Musso ini telah dirapatkan sebelumnya di Yogyakarta. Rapat tersebut mengumandangkan pergantian kabinet presidensial menjadi kabinet front persatuan. Muncul pula gagasan bergabung dengan Uni Soviet demi mengalahkan Belanda. Hingga akhirnya aksi pemberontakan pun diluncurkan.

Setelah mengalami pasang surut, akhirnya Pimpinan Muso, Amir Syarifuddin, dan d\yang lainnya juga dieksekusi mati. Sejak saat itu, saya menjadi teringat kembali bagaimana saya bisa masuk ke zaman ini. Saya baru sadar mungkin ini alasan mengapa saya bisa masuk ke zaman ini. Sebelumnya saya telah melakukan kesalahan yang fatal di Monumen Kresek.

Tersadarkan bahwa saya telah salah, saya juga berpikir mungkin ini ialah balasan karena saya melanggar kode etik disini, saya acuh tak acuh, dan saya terlalu meremehkan. Seharusnya saya menghargai dan menghormati mereka, karena mereka telah bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan hingga mengorbankan nyawanya, sedangkan anak-anak pada zaman saya hanya tinggal menikmati enaknya dan mempertahankan kemerdekaan. Kemudian saya berusaha berdoa kepada Tuhan untuk meminta maaf kepada mereka, saya juga berdoa semoga para pahlawan yang telah gugur mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya dan semoga saya bisa kembali ke zaman asal saya.

Entah bagaimana critanya, pada saat saya mengedipkan mata tiba-tiba saja saya sudah berada di Relief Monumen Kresek. Saya merasa heran, namun saya menepisnya dan tanpa berpikir panjang saya langsung bersujud syukur kepada Tuhan karena doa saya dikabulkan. Saya sempat menampar pipi saya berulangkali dan mencubit tangan saya sendiri, saya takut ini hanya mimpi namun saya telah kegirangan, setelah saya mencubit dan menampar diri saya sendiri ternyata sakit, jadi tandanya ini bukan hanya mimpi.

Saya sudah sempat pesimis, saya berpikir mungkin ini balasan dari Tuhan dan mereka sehingga saya tak bisa kembali ke zaman asal saya. Namun itu semua ternyata salah, saya bisa kembali dengan keadaan utuh dan sehat wal afiat. Tak lama kemudian, terdengar suara dari yang berada di Monumen Kresek berbunyi yang mengatakan kalau monumen akan tutup dalam kurun waktu 5 menit lagi, sehingga saya segera bergegas keluar dan mencari keluarga saya.

Saya pun bertemu mereka, mereka menanyaiku darimana saja saya. Karena dari tadi hanya saya yang memisahkan diri sendirian, mereka mencari-cari saya, namun tak menemukannya hingga mereka melapor kepada petugas di Monumen Kresek dan pihak kepolisian setempat. Saya pun hanya menjawab dengan senyuman dan mengatakan kalau saya tadi melakukan petualang yang sangat keren, mereka pun berpikir kalau saya hanya halu. Tetapi tidak apa-apa, ini sangat berkesan di hati dan pikiran saya. Malahan saya ingin mengukirnya saja di dalam tubuh saya agar saya tidak pernah melupakannya.

Saya terus terbayang-bayang mengenai pengalaman langka yang tidak tentu dimiliki juga oleh orang lain ini, saya berpetualang di zaman lampau, menegangkan namun seru, ada banyak hal yang dapat dipelajari dan dipetik. Ini merupakan keajaiban, bagaimana tidak ajaib? Saya bisa berpetualang tanpa membawa bekal, tanpa merasa lapar, tanpa membawa teman (Nobita saja kalau berpetualang ditemani oleh Doraemon, Dora ditemani oleh Peta kesayangannya, dan Peterpan ditemani oleh Tinkerball, lah ini saya sendirian), dan bisa-bisanya saya tak kasat mata oleh mereka.

Mungkin jika anak bandel seperti saya tidak diberikan pelajaran, sampai saat ini ataupun seterusnya bisa jadi saya tidak akan pernah mau menghargai perjuangan mereka. Lalu kami pun meninggalkan Monumen Kresek dan bergegas melakukan perjalanan pulang. Eits, saya tiba-tiba teringat dimana ya letak rumah tadi dan dimana ya kakek jelmaan atlet lari tadi? Kan belum saya ajak foto bersama dan belum saya ajak lomba balapan lari beliau tadi, sayang deh.

Mobil secara perlahan mulai berjalan meninggalkan Monumen Kresek, di sepanjang perjalanan, yang saya lakukan hanyalah menatap ke arah luar jendela mobil sambil mengingat-ngingat bagaimana hal konyol tadi bisa terjadi pada saya.

Monumen ajaib....ya, kata inilah yang tepat untuk menggambarkan kalau Monumen Kresek ialah monumen yang sungguh luar biasa keajaibannya, monumen itu bisa mengantarkan saya untuk berjalan-jalan dan menjelajahi masa lampau serta tidak lupa juga saya dikembalikan kepada zaman asal saya. Suasana sore menjelang malam pun tiba, adzan maghrib sudah mulai terdengar di telinga saya walaupun asal suaranya masih berasal dari arah kejauhan. Saya merasa lelah atas perjalanan yang spektakuler nan menggelegar hari ini, akhirnya saya memutuskan untuk menunggu sampai di rumah dengan tidur dan kisah saya pun selesai…

 

oooooOOOOOooooo

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.