JALAN-JALAN MENUJU MONUMEN KEAJAIBAN
JALAN-JALAN MENUJU MONUMEN KEAJAIBAN
Karya : Zaskia
Fonelisa Bella
Makan
angin, dua buah kata yang singkat, padat, dan jelas. Bisa dikatakan makan angin
ialah suatu hal yang melelahkan, namun juga menyenangkan dan mengasyikkan. Ini
bukan seputar makan angin yang membuat masuk angin. Akan tetapi makan angin
yang saya maksudkan disini ialah jalan-jalan. Bahasa gaulnya sih kalau kata
teman-teman itu . Karena saya cinta bahasa negeri saya sendiri (cinta ga tuh
haha), maka dari itu saya memutuskan untuk memilih…jeng jeng jeng jeng (agar
menegangkan critanya), saya memilih menggunakan kata jalan-jalan saja.
Jalan-jalan,
adalah suatu hal yang membutuhkan pengorbanan. Baik dalam bentuk pengorbanan
waktu, tenaga, maupun biaya untuk melaksanakannya. Namun konyolnya, jalan-jalan
ternyata sangat dirindukan oleh para manusia yang timbul tenggelam. Bagi saya
jalan-jalan ialah waktu dimana seseorang dapat menyegarkan kembali otak dan
pola pikir mereka, kalau bahasa sederhananya sih ya mereka mau cuci mata. Iya,
maksudnya itu cuci mata dari segala sesuatu yang selama ini telah membuatnya
suntuk, bukan cuci mata untuk melihat turis yang aduhai.
Maka
dari itu, jadi orang jangan mudah berasumsi negatif dulu dong kalau belum
mengetahui versi lengkapnya! Ngomong-ngomong nih ya, sepertinya jalan-jalan itu
sudah menjadi hukum alam yang sedikit aneh, dimana pada saat jalan-jalan semua
yang dirasakan hilang seakan melayang begitu saja ditepis oleh angin, namun
ketika sampai di rumah biasanya ngeluhnya jadi tambah minta ampun deh. Kalian
pernah terpikirkan begitu juga tidak? Tetapi mau bagaimana lagi, percaya tidak
percaya ya itu realitanya menurut saya. Pada umumnya orang-orang berpresepsi
kalau jalan-jalan itu perginya ke tempat perbelanjaan, pantai, gunung, atau ke
luar negeri saja.
Padahal
ada banyak tempat yang juga bisa dijadikan sebagai tujuan destinasi. Jika kita
pandai memilih destinasi tujuan, maka manfaat yang dipetik biasanya akan lebih
banyak juga. Seperti menambah wawasan, menambah teman, menjadikan destinasi
tujuan sebagai bahan pengamatan atau referensi atau inspirasi untuk dijadikan
inovasi baru, dan masih terdapat berbagai macam manfaat lainnya.
Menambah
teman dapat terjadi ketika misalnya saja nih kita tidak sengaja bertemu dengan
orang yang tidak dikenal, lalu kita berkenalan dan saling bertukar nomor telepon,
dari situ kan akhirnya bisa berlanjut, sehingga dapat memperluas relasi pertemanan
yang dimiliki, siapa tau juga bisa jadi jodoh hahaha bercanda. Perlu kalian
ketahui kalau jalan-jalan tidak selalu hanya berjalan menggunakan kaki saja ya,
tentu masih banyak anggota tubuh yang lain yang juga berpartisipasi, seperti: mata,
hidung, mulut tangan, eh…maksudnya menggunakan kendaraan, karena kalau dipikirkan
kembali ya tidak mungkinkan orang kuat berjalan dari Aceh hingga ke Papua,
kasihanlah, yang ada malah orangnya nanti sampai ke rumah sakit terdekat bukan
ke Papua.
Karena
saya merasa termasuk ke dalam golongan orang yang timbul tenggelam, jadi saya
merindukan jalan-jalan. Ketika saya memiliki waktu luang, fisik yang sehat
(kalau mental jangan ditanya deh), dan uang keluarga saya yang cukup (ya
tentunya uang keluarga saya dong bukan saya, alasannya karena saya hanya mau
diajak jalan-jalan jauh jika bersama keluarga agar tidak mengeluarkan cuan hehe),
biasanya saya bersedia untuk ikut jalan-jalan. Setelah ini akan saya kisahkan pengalaman
saya ketika menuju Monumen Kresek di Madiun.
Sebagai
intro, saya mau berbagai informasi terlebih dahulu mengenai Monumen Kresek di
Madiun. Monumen Kresek ialah monumen bersejarah yang sengaja dibangun untuk
menyimpan potongan sejarah kelam Bangsa Indonesia. Selain itu, Monumen Kresek
menjadi media untuk mengenang bagaimana kekejaman PKI atau Partai Komunis
Indonesia pada peristiwa yang merenggut nyawa di Madiun. Peristiwa memilukan
tersebut disebut dengan Peristiwa Madiun.
Peristiwa
Madiun berlangsung pada tahun 1948 di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten
Madiun, Jawa Timur. Untuk mengenang peristiwa kelam itu, telah dibangun sebuah
tetenger yang diberi nama Monumen Kresek pada tahun 1987 dan selesai pada tahun
1991. Monumen keganasan PKI ini berdiri di atas lahan yang luasnya kurang lebih
sekitar dua hektar. Monumen tersebut diresmikan pada tahun 1991 oleh Gubernur
Jawa Timur yang bernama Soelarso. Area pada Monumen Kresek dahulunya adalah
bekas rumah warga yang dijadikan oleh PKI sebagai ajang pembantaian. Bahkan
kabarnya di sekitar monumen inilah jenazah sejumlah tokoh yang dibantai PKI
dimakamkan dalam satu lubang. Namun pada saat saya diberikan kabar tersebut,
saya nampak acuh tak acuh dengan hal itu. Saat memasuki monumen, pengunjung
akan melihat patung besar yang terdiri dari dua orang.
Patung
tersebut menggambarkan adegan kejam saat Muso akan memenggal Kyai Husein,
tokoh-tokoh dalam peristiwa Madiun itu. Untuk mencapai patung pemenggalan itu,
ada tangga yang berjumlah 17, 9, dan 45. Jumlah tangga seolah menyimbolkan
tanggal kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945. Di sekitar monumen juga
terdapat prasasti batu yang mengukir nama-nama prajurit TNI dan pamong desa
yang gugur dalam Peristiwa Madiun 1948.
Salah
satu prajurit TNI yang gugur dalam pertempuran adalah Kolonel Infanteri
Marhadi, nama beliau diabadikan menjadi nama Jalan di Madiun. Tepat di sebelah
utara Monumen Kresek terdapat monumen kecil yang terbuat dari batu kali, di
batu tersebut terukir nama-nama prajurit TNI dan para pamong desa yang dibantai
oleh PKI.
Waktu
itu saya sedang melihat-lihat apa saja yang ada di Monumen Kresek dipandu oleh
seorang . memberikan arahan mengenai apa saja yang harus dipatuhi selama berada
disana dan penjelasaan yang berisi informasi mengenai sejarah Monumen Kresek
kepada daya. Tak lama kemudian, saya ditinggalkan oleh Monumen Kresek tanpa
alasan, saya tak peduli akan hal itu. Saya terus melanjutkan perjalanan di
Monumen Kresek walaupun tidak didampingi oleh , karena sebenarnya bukan masalah
juga bagi saya, yang ada saya menjadi lebih nyaman jika tidak ditemani oleh
siapapun karena merasa lebih bebas. Tak lama kemudian saya melihat ada relief
yang terukir, lantas saya pun menghentikan langkah kaki saya. Ukirannya
menggambarkan mengenai rangkaian-rangkaian peristiwa kekejaman PKI ketika
membantai tokoh nasional Indonesia.
Bukan
karena perasaan kagum atau prihatin yang muncul dari dalam diri saya, namun
perasaan acuh tak acuh dan tidak percaya yang reflek timbul. Seakan ini semua
hanya rekayasa bagi saya. Ketika saya akan melanjutkan berjalan, saya merasa
ada yang menahan tubuh saya, sehingga tubuh saya tidak bisa bergerak dan mulut
saya rasanya seperti ditutup ketika akan meminta tolong.
Saya
merasa panik dan semakin lama saya semakin takut, karena saya sendirian dan
tidak ada orang yang melintas. Keringat dingin semakin bercucuran dari wajah
dan tubuh saya. Saya berkomat-kamit di dalam hati semoga segera ada orang yang
melintas dan menolong saya. Namun sialnya, tetap tidak ada yang melewati area
ini. Kurang lebih sekitar 10 menit saya merasakan hal konyol nan menyeramkan
ini terjadi pada diri saya dan tiba-tiba ada kakek tua yang menyelamatkan saya.
Saya bersyukur bala bantuan datang.
"Nak,
ayo temani kakek berkeliling di area monumen ini!" perintah kakek
"Dengan
senang hati, baik kek, akan saya temani." Jawabku.
"Trimakasih
nak." Sahur Kakek
"Trimakasih
kembali kakek" Timpalku
Untuk
membalas kebaikan kakek itu, saya menuruti keinginan kakek itu, toh juga bukan
keinginan aneh-aneh yang ia minta. Kakek itu hanya meminta agar saya mau menemaninya
berkeliling di Monumen Kresek, tanpa berpikir panjang saya pun menyetujuinya.
Awalnya tak ada hal aneh yang saya rasakan. Namun, semakin lama saya merasakan
ada hal yang mengganjal. Ketika saya mengajaknya berbicara, ia tidak merespon
sama sekali.
"Kakek
mau istirahat dahulu tidak?" Tanyaku.
Kakekpun
Hanya terdiam dan terus melihat arah jalan
"Kek?
Kakek dengar saya kan?" tanyaku lagi.
Kakek
teru terdiam, jangankan mengajaknya mengobrol, ketika saya memanggilnya saja ia
tidak mau menoleh. Saya berusaha mencoba melawan perasaan tidak tenang ini
dengan mencoba berpikir positif, walaupun itu sulit, namun tidak ada pilihan
lain. Saya harus berbalas budi kepadanya. Kakek itu terus berjalan sembari
membawa tongkatnya. Walaupun ia memakai tongkat, namun jalannya bisa dikatakan
cukup cepat jika dibandingkan dengan orang-orang seumurnya.
Berprasangka
baik saja, mungkin dulunya kakek itu ialah seorang atlet lari yang sering
memenangkan perlombaan, sehingga jalannya sangat cepat dan tongkatnya ia
gunakan hanya untuk formalitas saja agar sang kakek tidak malu ketika berkumpul
dengan teman-teman sosialitanya yang mungkin bisa jadi pamer kehedonannya
dengan cara menunjukkan tongkat-tongkat yang mereka miliki. Tongkat formalitas
tersebut tampak sangat tua atau usang dan bewarna emas mengkilap, seperti
barang antik yang bernilai sangat tinggi. Sang kakek berjalan dan berjalan
hingga akhirnya terhenti pada sebuah rumah tua di Monumen Kresek. Dia akhirnya
berbicara.
"Nak,
ini sudah sampai rumah yang ingin kakek kunjungi, silahkan kamu bisa melihat-lihat
terlebih dahulu." Ujar Kakek menjelaskan.
"Iya
kek." Jawabku singkat.
Saya
kira kakek itu mendadak bisu tadi, karena dipanggil tidak merespon, giliran sekarang
ia bisa berbicara kembali, syukurlah kalau begitu, mungkin saja ia tadi tidak
mendengarku. Di dalam rumah tua itu, saya diminta oleh sang kakek untuk melihat-lihat
terlebih dahulu, saya pun hanya bisa meng “iya” ka, meskipun aslinya saya
sendiri merasa kebingungan, apa yang harus saya lihat disini? Hanya sebuah
gubuk tua di tengah hamparan rerumputan yang memiliki dinding dari anyaman
bambu nan lusuh dan banyak sarang laba-laba menempel. Sontak terjadi hal yang
mengejutkan, sang kakek yang mula-mula berada di belakangku tiba-tiba
menghilang begitu saja.
"Kakek?"
tanyaku
(krik
krik.... suara sunyi dalam pembicaraan kita lagi)
"Kek...kakek...kakek
dimana?" tanyaku kembali.
(krik
krik...... masih saja dicuekin kakek)
Saya
terus menerus memanggil-manggil sang kakek berharap ada sautan, namun hening.
Hanya ada suara jangkrik, padahal sudah siang hari. Apa mungkin jangkriknya
bangun kesiangan ya? Jadi konser unjuk suara jangkriknya dilakukan pada siang
hari. Saya mencoba memeriksa area sekitar rumah itu dan ya tetap nihil hasilnya.
Sang kakek tidak ada. Saya masuk kembali ke dalam rumah itu untuk mengambil
benda yang tertinggal, namun secara tiba-tiba pintu rumah dari bambu ini
tertutup dan tidak bisa dibuka. Rasanya seperti pintu besi yang dikunci dari
luar, sangat kuat, padahal ini hanya pintu dari anyaman bambu. Salah jika saya
tadi sempat berpikir kalau ini hanya rumah tua nan lusuh dan tidak berarti.
Di
dalam rumah tua ini tidak ada benda tajam yang yang bisa saya gunakan untuk menjatuhkan
pintu tersebut. Hanya terdapat kursi dari kayu, meja, ranjang tidur kayu, dan
sepeda tua tak berfungsi yang tersandar di dinding anyaman bambu. Tidak ada jendela
juga, mengingat zaman dahulu sering terjadi peperangan, maka dari itu untuk
menyelamatkan diri, rumah ini tidak diberi jendela.
Ketika
saya mencoba mendobrak pintu menggunakan tubuh saya, aneh bin aneh yang
terpental ialah badan saya, bukan pintu anyaman bambu tersebut. Tenaga saya
habis tak tersisa selepas saya habiskan untuk mendobrak pintu. Saya pun lemas
tak berdaya dan akhirnya tergeletak di tanah rumah tua ini. Ketika saya membuka
mata, hal aneh terjadi pada diri saya. Tampak saya seperti orang yang mengalami
amnesia. Saya tak mengetahui saya berada dimana dan mereka siapa.
Ketika
saya terbangun, yang saya lihat ialah mereka para wanita yang rambutnya
digulung, memakai pakaian kebaya tradisional kain, dan memakai bawahan berupa
rok dari kain batik yang dibuat sedemikian rupa. Saya mencoba memanggil salah
satu ibu-ibu yang saya lihat tadi, namun mereka seperti tak mendengar dan tak
melihat saya.
"Permisi,
ibu ini dimana ya kalau boleh saya tau?" tanyaku
"Ibu?
Halo?" tanyaku kembali karena belum ada jawaban.
Karena
tidak ada respon sama sekali, lalu saya mencoba memanggil anak kecil lain yang
sedang bermain ketapel dari kayu sederhana yang diberi karet dari bekas ban dan
kayu.
"Halo
dek, kakak mau tanya ini dimana ya?" tanyaku kepada anak kecil yang sedang
bermain.
"Adek,
nanti kalau adek jawab, kakak belikan permen yang adek suka deh!" bujukku
kepada anak kecil tadi.
Namun
sayangnya, hal serupa terjadi lagi. Sang anak kecil itu juga tak merespon sama
sekali. Saya semakin berpikir keras mengenai apa yang terjadi pada diri saya ini.
Hingga akhirnya saya merasa kalau saya tak kasat mata oleh mereka dan saya sedang
berada pada masa lampau, tepatnya pada tahun 1948.
Mengapa
saya bisa menyimpulkan kalau sedang berada di tahun 1948? Karena saya melihat
ada surat kabar yang bertuliskan tahun 1948 dan tergeletak di meja rumah tua
tadi. Saya keluar dari rumah ini…ya rumah yang tadinya rumah tua lalu secara
tiba-tiba sekarang menjadi rumah berpenghuni. Saya keluar bukan untuk
melanjutkan mencuci mata dan bersenang-senang, namun saya keluar untuk mencari
pintu atau cara agar saya bisa segera kembali menuju zaman saya sebelumnya. Ketika
saya berada di jalan yang belum ada aspal, masih berupa bebatuan dan tanah
biasa, saya melihat ada perkumpulan bapak-bapak dari ujung kepala hingga
kakinya menggunakan seragam bewarna kuning dan bersepatu di sebuah warung kopi.
Senjata
setiap saat mereka bawa, bagaimana tidak, ketika saya mengamati salah satu
diantara mereka, ketika mau menambah kopi lalu balik ke tempat duduk tadi saja
senjatanya dibawa. Sudah bagaikan dengan hewan dan ekor ibaratnya.
Sepertinya
mereka ialah pasukan militer pada zaman itu yang sedang mengopi. Saya mencoba
mendekat dan mendengarkan obrolan bapak-bapak. Ternyata bapak-bapak zaman
dahulu juga sudaah punya juga, ya seperti yang kita ketahui, walaupun
bapak-bapak terdengar di telinga kita, namun ya suasana mereka tetap asik saja.
Contohnya nih ya, ketika salah satu diantara mereka ada yang sedang memberikan
pertanyaan.
"Aku
punya pertanyaan ni rek, perhatikan dulu! Pisang saat panas dibacanya apa?
Siapa bisa?" Tanya Bapak pertama.
"Pisang
asap!" jawab Bapak kedua sembari tertawa kecil.
"Salah!"
Sahut Bapak pertama singkat.
"Pisang
api!" timpal Bapak ketiga cepat.
"Salah!
Ayo dong masa gitu doang gabisa sih, malu-maluin pasukan militer aja lu pada
bang!" Celetuk Bapak Pertama.
"Pisang
apa ya...nyerah-nyerahh, jawabannya apa emang?" Sahut Bapak keempat
menyerah.
"Iya
jawabannya apa?" tanya Bapak ketiga penasaran.
"Disimak
ya rekkk, jawabannyaaaa...hihang hoyengg, coba aja kalau ga percaya lu pada
makan pas pisang panasnya baru mateng." Jawaban Bapak Pertama tertawa
lepas.
Semuanya
pun menyambut dengan tertawa bahagia. Siapa sangka, hanya dengan jawaban hihang
hoyeng, salah satu Bapak tersebut sudah bisa mendapatkan pahala sebab ia telah
berhasil membuat teman-temannya tertawa sampai terpingkal-pingkal. Itulah
kerennya bapak-bapak, walaupun nya namun saling menghargai dan tetap seru. Tak
lama kemudian, pembahasan mereka berubah menjadi berat, mereka kembali normal
untuk membahas tanggungjawab yang sedang mereka gunakan seragamnya, yakni
seragam militer. Mereka sedang menganalisis bagaimana awal mula pemberontakan
PKI terjadi.
Kisah
ini bermula pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dan penjemputan Amir
Syarifuddin dari penjara Lowokwaru Malang. Amir Syarifuddin diangkat menjadi
menteri penerangan pertama Republik Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya
sebagai menteri penerangan, Amir Syarifuddin memberikan penerangan ke luar
negeri tentang kemerdekaan Indonesia, cita-cita Indonesia, dan revolusi
ideologi negara pancasila yang disampaikan melalui radio Indonesia dan melalui
berbagai penerbitan.
Selain
memberikan penerangan ke luar negeri, penerangan di dalam negeri juga dilakukan
oleh Amir Syarifuddin dengan cara mengirim petugas ke berbagai daerah untuk
menanamkan dan menyebarkan pengertian brserta arti dari Proklamasi dan untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam dalam hal ini, Amir
berjasa untuk menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan Indonesia di berbagai
daerah hingga skala internasional.
Alasannya,
karena pada kala itu tidak semua daerah-daerah sudah mendapatkan informasi
tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Amir Syarifuddin yang sebelumnya
memegang dua jabatan menteri, yakni sebagai menteri penerangan dan menteri
keamanan rakyat akhirnya ia beralih jabatan. Pada tanggal 3 Januari 1946, jabatan
menteri penerangan berpindah ke tangan Muhammad Natsir yang berasal dari partai
Masyumi dan Amir Syarifuddin beralih memegang jabatan menjadi menteri keamanan
rakyat pada kabinet Syahrir.
Pengangkatan
Amir Syarifuddin sebagai menteri keamanan rakyat sempat ditolak mentah-mentah
oleh kalangan militer, karena mereka menginginkan jika menteri keamanan
rakyatnya ialah Sultan Hamengkubuwono ke-9, bukan Amir Syarifuddin. Kasihan
sekali Amir Syarifuddin tidak diterima oleh teman-temannya. Nah, ketidak
setujuan mereka ini dilakukan berdasarkan
hasil musyawarah TKR yang dilakukan pada tanggal 12 November 1945.
Musyawarah
ini dihadiri oleh para panglima divisi dan komandan resimen dari seluruh Jawa
dan Sumatera. Namun, hasil musyawarah ini ditolak oleh Perdana Menteri Sultan
Syahrir, karena menurutnya dia lah yang lebih berhak menunjuk siapa saja yang
akan duduk sebagai menteri dalam kabinetnya dan tentara harus menerima
keputusan pemerintah.
Sebagai
menteri keamanan rakyat, Amir Syarifuddin memaparkan konsepsinya sebagai
militer yang mana TKR, KNIL, dan PETA dengan latar belakang yang berbeda-beda
ini harus dijadikan satu visi dan tujuan. Untuk merealisasikan gagasan ini,
pada tanggal 1 Januari 1946 Amir Syarifuddin mengubah nama tentara keamanan
rakyat menjadi tentara keselamatan rakyat melalui Penetapan Pemerintah Nomor
2/SD 1946. Dengan demikian TKR atau tentara keselamatan rakyat merupakan alat
Negara Republik Indonesia dan mereka harus patuh kepada pemerintah Indonesia.
Selain itu, nama menteri keamanan rakyat juga dirubah menjadi menteri
pertahanan kemudian pada tahun yang sama, yakni pada tahun 1946.
Nama
tentara keselamatan rakyat dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia atau TRI
dengan kedudukan yang lebih tegas sebagai satu-satunya militer dalam Republik
Indonesia. Namun di lain sisi, selain TRI ada laskar-laskar dan barisan
perjuangan rakyat yang juga diakui oleh pemerintah yang hak dan kewajibannya
disamakan dengan tentara. Karena kala itu masih terdapat dualisme dalam bidang
pertahanan di Indonesia, sehingga Amir Syarifuddin berusaha untuk melakukan
berbagai upaya mempersatukan laskar-laskar agar melebur ke dalam tentara
Republik Indonesia atau TRI.
Namun
usaha yang dilakukan oleh Amir Syarifudin tidak membuahkan hasil, akhirnya pada
tanggal 5 Mei 1949 Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya Laskar dan barisan perjuangan lainnya
dimasukkan kedalam TRI. Kemudian pada tanggal 7 Juni 1997, Presiden Soekarno
menetapkan dan mengesahkan berdirinya TNI atau Tentara Nasional Indonesia.
Walaupun Presiden Soekarno telah mengeluarkan Dekrit untuk mempersatukan semua Angkatan
Perang, namun dalam pelaksanaannya berjalan lamban karena pada tahun 1947
terjadi Agresi Militer Belanda pertama. Tahun 1947 pemerintahan Indonesia
tengah menghadapi adanya agresi militer Belanda, Belanda mencoba untuk
melakukan berbagai upaya perebutan, baik dengan cara melakukan perang gerilya
ataupun melalui perundingan-perundingan. Dalam perundingan Linggarjati pada
tanggal 25 Maret 1947 mendapatkan ketidak setujuan dari beberapa tokoh nasional
termasuk Tan Malaka.
Menurut
Tan Malaka tuan rumah tidak seharusnya berunding dengan maling di rumahnya
sendiri. Oleh karena itu, Tan Malaka menculik Perdana Menteri Syahrir dan
menteri pertahanan Amir Syarifuddin, yang mana Syahrir berhasil diculik oleh
Tan Malaka di Solo, namun ia berhasil bebas. Sementara upaya penculikan
terhadap Amir Syarifuddin dilakukan saat berada di kediamannya kala itu. Amir
dipaksa untuk naik ke dalam truk dengan ancaman senjata oleh tentara Tan
Malaka, namun ketika berada di dalam truk terjadi baku tembak antara tentara
yang menculik Amir dengan tentara yang menjaga rumahnya. Akhirnya Amir Syarifuddin
memaksa sopir truk untuk melarikan truknya menuju istana presiden, sehingga ia
bisa selamat dari aksi penculikan ini.
Pada
tahun 1947, setelah adanya Perjanjian Linggarjati oleh Perdana Menteri Sutan
Syahrir yang memberikan konsensi terlalu jauh kepada pihak Belanda, membuat
Kabinet Syahrir jatuh dan digantikan oleh Kabinet Amir Syarifudin dengan merangkap
menteri pertahanan. Tak lama kemudian, setelah Kabinet Amir dilantik pada
tanggal 6 Juli 1947, Amir Syarifuddin menyampaikan pidato yang ditujukan kepada
rakyat dan Pemerintah Amerika Serikat dengan memberikan kepercayaan kepada
Amerika untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian yang terjadi antara Indonesia
dan Belanda. Selain itu, berbagai usaha melalui perundingan juga dijalankan
oleh Kabinet Amir untuk memperoleh pengakuan secara maupun.
Namun,
Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia menentang berbagai perundingan
yang telah dilakukan dengan adanya Agresi Militer Belanda. Keadaan yang semakin
genting antara pihak Indonesia dengan Belanda ini membuat Amir Syarifuddin
terus melakukan berbagai perundingan dengan pihak Belanda di Yogyakarta maupun
di Jakarta. Amir Syarifuddin menyadari adanya potensi militer Indonesia yang
tidak cukup kuat dan persenjataan yang terbatas membuat Amir berusaha untuk
menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi lewat jalan damai, sehingga meminimalkan
korban yang berjatuhan diantara kedua belah pihak.
Pada
tanggal 30 Juli 1947 misalnya, berbagai perundingan yang dilakukan oleh Kabinet
Amir membuahkan hasil ketika dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam sidang yang
digelar pada tanggal 4 Agustus tahun 1947 menghasilkan resolusi bahwa permusuhan
antara Indonesia dengan Belanda harus segera dihentikan dan konsul-konsul
negara asing yang ada di Jakarta akan mengadakan penyelidikan tentang keadaan
yang sebenarnya. Hasil ini diterima gembira oleh pemerintah Republik Indonesia.
Namun, Belanda yang masih berambisi untuk menguasai Indonesia melanggar hasil
yang telah ditetapkan oleh PBB dan terus melakukan berbagai perlawanan untuk
bisa menguasai kembali Indonesia-Belanda.
Melihat
pertikaian yang terus terjadi antara Indonesia dengan Belanda, membuat PBB atas
usulan Amerika Serikat membentuk komisi jasa-jasa baik atau yang lebih dikenal
dengan KTN untuk menjadi penengah dalam setiap perundingan antara pihak
Indonesia dengan Belanda. Akhirnya KTN yang telah dibentuk oleh PBB mengadakan
perjanjian renville antara pihak Indonesia dengan Belanda. Untuk mempersiapkan
segala sesuatunya dalam perundingan ini, Kabinet Amir meminta partai Masyumi
untuk turut serta membantu dalam kabinetnya dan kemudian permintaan itu
dipenuhi oleh partai Masyumi. Akhirnya, pada tanggal 8 Desember 1948 perjanjian
renville yang dilakukan di atas Kapal Renville Amerika Serikat.
Meskipun
dengan berbagai upaya dilakukan oleh Kabinet Amir untuk memenangkan perjanjian
ini, singkat kisah hasilnya perjanjian renville ini justru menimbulkan kerugian
untuk Republik Indonesia. Hal ini beralasan karena perjanjian renville ini membuat
wilayah Indonesia semakin kecil yang hanya terdiri dari Karesidenan Banten,
Yogyakarta, Bojonegoro dan Sumatera. Bahkan, perjanjian renville ini dinilai oleh
berbagai pihak sebagai perjanjian yang gagal yang diwakili oleh Kabinet Amir.
Karena
kegagalan Kabinet Amir Syarifudin dalam perjanjian Renville ini membuat partai
Masyumi dan PNI menarik anggotanya dari Kabinet Amir, akhirnya pada tanggal 23
Januari 1942 Presiden Soekarno mengumumkan pembubaran Kabinet Amir Syarifuddin
dan menunjuk Muhammad Hatta untuk membentuk kabinet presidensial yang disebut
dengan kabinet Hatta. Otomatis Amir Syarifuddin dipecat dari jabatannya. Pada
waktu itu, Amir Syarifuddin sangat kecewa dengan PNI dan Masyumi yang
mengkhianatinya. Padahal, dalam setiap perundingan wakil-wakil dari kedua
partai itu selalu diikutsertakan, sehingga membuat Amir Syarifuddin sakit hati
dan lebih memilih menjadi oposisi pemerintah, termasuk oposisi kabinet Hatta.
Kekecewaan
Amir Syarifuddin terhadap Republik Indonesia ini membuat Amir membentuk suatu
wadah organisasi sebagai oposisi pemerintah. Sehingga, pada tanggal 26 Februari
1948, Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat atau FDR yang terdiri
dari PKI, PTI, Partai Sosialis, PESINDO, dan SOBSI.
Pembentukan
FDR ini bertujuan untuk menjadi oposisi terhadap kabinet Hatta serta berusaha
menjatuhkan kabinet Hatta dengan berbagai propagandanya. Dalam pergerakannya,
oposisi FDR semakin meningkat keras setelah keikutsertaannya dalam program
nasional yang mendasari bentuk cabinet. Waktu itu, Amir memegang peranan
penting dalam rapat tersebut, bahkan ia menyatakan bahwa sebagai dasar negara
pancasila, para petani harus memiliki tanahnya sendiri dan yang tidak memiliki
tanah harus diberikan agar produksi nasional dapat membaik.
Amir
Syarifuddin yang membangun jaringan luas sejak masih menjadi menteri pertahanan
jelas memiliki pendukung yang banyak. Bahkan pendukungnya semakin bertambah
ketika Kabinet Hatta mengumkan kebijakan Re-Ra atau Reorganisasi dan Rasionalisasi
Angkatan Bersenjata, yang mana kebijakan Re-Ra ini merugikan militer sayap
kiri. Mereka yang sakit hati terhadap kebijakan Re-Ra ini kemudian lebih mendukung
FDR. Amir sebagai pemimpin FDR yang sadar akan potensi banyaknya pendukung ini,
jelas menolak kebijakan Re-Ra. Untuk menjatuhkan Kabinet Hatta dalam
pergerakannya, FDR merancang dua program untuk merebut kekuasaan, yakni dengan
cara memperlemah dan memperburuk citra pemerintah.
Saat
itu, FDR secara sengaja memancing bentrok antar warga dengan cara menghasut dan
memprovokasi kaum buruh dan tuan tanah. Akhirnya menyebabkan timbulnya kegaduhan
yang sangat luar biasa sampai-sampai terjadi peristiwa-peristiwa bersenjata
yang secara sengaja dilancarkan serta ditunggangi oleh golongan-golongan
tertentu akibat dari ulah FDR yang menyebarkan isu-isu propaganda serta
menerapkan sistem pada militer. Pada tanggal 23 Juli 1948, FDR melakukan
berbagai ancaman dengan adanya pemogokan besar-besaran oleh para buruh dan
petani.
Gerakan
ini sengaja dibentuk oleh FDR dengan tujuan agar Kabinet Hatta dituduh tidak
mampu menyelesaikan problematika yang terjadi pada kala itu. 20 Agustus 1948,
kekuatan FDR semakin kuat setelah kedatangan musuh menawar dari Moskow.
Kedatangan musuh ini disambut baik oleh FDR maupun PKI. Bahkan Presiden
Soekarno pun menyambut baik kedatangan musuh serta ingin musuh kembali membantu
Republik Indonesia.
Namun
musuh berkata lain, selain ia ingin membantu Republik Indonesia, ia juga ingin
lebih dahulu memulihkan kekuatan PKI dengan menjalankan gagasan barunya yang ia
sebut sebagai atau jalan baru PKI. Di lain sisi untuk memperkuat gagasannya
ini, musuh kemudian bekerjasama dengan Amir Syarifuddin untuk memperkuat PKI
dengan FDR nya. Mungkin karena berbagai kesepakatan antara FDR dengan PKI
hingga akhirnya FDR dan PKI memutuskan untuk meruntuhkan Kabinet Hatta dan
merebut Kekuasaan pemerintah untuk merealisasikan apa yang disebut jalan barunya.
FDR dan PKI akhirnya mengganti nama menjadi PKI atau Partai Komunis Indonesia.
Pada tanggal 9 September 1948, PKI melakukan propaganda-propaganda untuk
membentuk persatuan nasional dengan PNI dan Masyumi, namun usulan dari PKI ini
ditolak mentah-mentah oleh PNI dan Masyumi.
PKI
pun melancarkan aksi-aksi kegaduhannya yang ditempatkan di Kota besar Jawa,
terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. PKI mengawali dari salah satu kota besar
di Jawa Tengah, yaitu Kota Solo. Di Kota Solo, PKI melakukan kegaduhan yang
sangat kacau, sehingga semua pemerintahan terpusat pada Kota Solo. Pasca PKI
merasa semuanya sudah terpusat pada Kota Solo dan tidak menghiraukan kota-kota
lain, PKI mulai meluncurkan aksi-aksi selanjutnya, yaitu ke Kota besar di Jawa
Timur, Madiun.
Secara
cepat PKI berpindah dari Kota Solo menuju Kota Madiun ketika sedang
gempar-gemparnya semua pihak membahas tentang Kota Solo. PKI sudah memiliki
siasat kalau Solo akan dijadikan pusat kekacauan, sedangkan Madiun akan
dijadikan pusat pemerintahan PKI, sehingga PKI akan menguasai Indonesia melalui
Kota Madiun. Walaupun salah seorang pimpinan PKI berkopiah, namun kenyataannya
mereka ialah pergerakan yang menolak adanya hal-hal yang berbau islam. Pada
saaat tiba di Madiun, PKI langsung melancarkan aksinya dengan menyerang para
santri dan kyai di Kota Madiun. Hal ini beralasan karena menurut pandangan PKI,
bangsa ini tidak memperlukan orang-orang yang kental dengan agamanya. Mereka
beranggapan kalau kegiatan membaca kitab suci, berdzikir, dan kegiatan sejenisnya
ialah hal yang membuang-buang waktu dan sia-sia alias tidak berguna. Pada suatu
saat, PKI memberikan undangan kepada para kyai dan santri di Madiun yang isinya
ialah sebuah surat agar mereka datang ke acara keagamaan.
Para
kyai pun sempat ragu dan ada perasaan buruk yang manghantui mereka. Karena
keimanan mereka sangat kental, sehingga ketika malam harinya setelah mereka
mendapatkan surat tersebut, mereka melakukan shalat istikharah atau shalat
untuk meminta petunjuk kepada Tuhan di waktu sepertiga malam lalu berdzikir dan
membaca kitab suci. Tak lupa juga mereka berdoa untuk meminta petunjuk serta
menyerahkan diri mereka sepenuhnya kapada Sang Penguasa.
Keesokan
harinya dengan langkah yang berat dan perasaan yang tidak menentu, mereka sudah
menyiapkan diri untuk berangkat ke acara tersebut, mereka berpamitan kepada
sang istri dan anak. Di sepanjang perjalanan mereka terus berdzikir dan meminta
perlindungan kepada Tuhan, hingga akhirnya mereka tiba di acara tersebut.
Mereka disana tidak melihat ada acara besar keagamaan, namun setibanya disana
mereka disambut oleh PKI. Mereka diminta untuk berkumpul menjadi satu, tak lama
kemudian mereka digiring langsung oleh pihak PKI dengan ditodong menggunakan
senjata. Ya, benar perasaan buruk mereka terbukti di tempat tersebut. Mereka
dipisah menjadi dua kelompok, bagi para santri mereka disiksa dan ditembak
hingga tak bernyawa, darah pun berceceran dimana-mana. Sedangkan para kyai
digiring berjalan menuju sebuah kereta hingga akhirnya berhenti lalu sampai di
sebuah sumur yang dalam, para kyai dipaksa untuk masuk ke dalam sumur itu
secara hidup-hidup. Salah seorang kyai pun memberontak sang PKI.
"Mau
kau apakan kami wahai penjahat?" Tanya Kyai.
"Sudah
diam dan turuti saja keinginan kami!" Jawab salah satu anggota PKI.
“Dor......!!!”,
terdengar suara gencatan senjata lepas dari senjata anggota PKI tersebut.
Suara
pebembakan tersebut ternyata terjadi pada sang kyai tadi yang ditembak dan didorong
hingga masuk ke sumur itu. Kyai yang lain pun didorong paksa oleh para anggota
PKI dengan menggunakan senjata agar mereka masuk ke dalam sumur itu.
Setelah
semuanya masuk sumur, mereka disana mulai dilempari dan ditimbun dengan batu.
PKI berniat untuk membuat siksaan bagi para kyai, sehingga mereka terus
melempari bebatuan besar, agar mereka tertimbun oleh batu di dalam sumur yang
dalam secara hidup-hidup. Sang kyai tak langsung meninggal begitu saja, mereka
terus melantunkan dzikir hingga nafas terakhir.
Setelah
semuanya selesai, TKP tersebut pun dirapikan oleh PKI agar mayat mereka tak
ditemukan. Konon katanya bagi orang di sekitar sumur tersebut, ketika masih 7
hari pasca pembantaian tersebut, masyarakt sekitar sering mendengar lantunan
dzikir yang tidak jelas asal mula suaranya darimana. Atas kuasa Tuhan, jasad
mereka akhirnya ditemukan setelah salah seorang masyarakat sempat melihat kalau
mereka digiring oleh para anggota PKI. Salah seorang anggota PKI yang sedang
berjalan sendirian tiba-tiba dikepung oleh masyarakat dan dipukuli agar ia mau
mengaku dimana dia dan teman-temannya membuang jasad para kyai dan santri.
Awalnya
anggota PKI tersebut tak mau mengakui perbuatan kejinya, namun ketika ia akan
meninggal, ia menyebutkan tempat dimana para kyai dibuang dan para santri
disiksa. Masyarakat pun lantas mendatangi tempat tersebut dan melakukan
evakuasi kepada para korban. Jeritan dan tangisan tentu ada, namun sejak saat
itu, mereka sadar kalau PKI sudah sampai di Madiun dan akan memberantas semua
anggota PKI agar tidak semakin banyak memakan korban. Lalu untuk mengenangnya,
sumur tua tersebut konon katanya diubah menjadi sebuah Monumen Kresek. Kereta
dan rumah untuk membantainya pun juga berada di area Monumen Kresek.
Tak
hanya sampai disitu, kekejaman PKI masih berlanjut. Ternyata pada tanggal 15
September 1948 telah terjadi pertempuran antara pasukan Senopati dan Siliwangi
yang pecah di Kota Sukoharjo, Wonogiri, Pracimantoro, Baturetno, dan berbagai
tempat lainnya. Pertempuran ini sengaja ditunggangi oleh PKI karena bertujuan
untuk mengadu domba tubuh militer sampai terjadinya pertempuran antar militer
ini. Hal ini dilatarbelakangi karena terbunuhnya Kolonel Sutarto dari Senopati yang
terjadi pada tanggal 2 Juli 1948. Pelaku pembunuhan Kolonel Sutarto ini dianggap
oleh sejumlah pihak kalau ia dibunuh oleh pasukan Siliwangi, namun beberapa
pihak lain mengatakan bahwa pelakunya masih belum jelas alias simpang siur.
Kondisi inilah yang menyebabkan pertempuran antara Pasukan Senopati dan Pasukan
Siliwangi semakin memanas hingga pada akhirnya Pasukan Senopati mundur ke daerah
Wonogiri.
Seiring
berjalannya waktu, dengan berbagai pertikaian dan berbagai propaganda yang
terjadi antara FDR dan PKI, akhirnya pada tanggal 18 September 1984
diproklamasikan Negara Indonesia Soviet. Ini sebenarnya tidak diketahui oleh
musuh dan Amir, mereka baru mengetahui setelah diberitahu oleh Sumarno CS bahwa
FDR dan PKI telah mengadakan perebutan kekuasaan Musso.
Amir
yang mendengar bahwa pemberontakan telah dimulai sangat terkejut karena peristiwa
ini diluar rencana dan persetujuan pimpinan FDR dan PKI. Setelah berita tentang
pemberontakan FDR dan PKI Madiun 1948 terdengar oleh pemerintahan pusat,
keesokan harinya pada tanggal 19 September 1948 Presiden Soekarno berpidato
lewat radio akan pentingnya persatuan dan kesatuan untuk melawan ancaman dari
Belanda dan pengacau dalam negeri. Selain itu, Perdana Menteri Muhammad Hatta
juga melakukan operasi penumpasan terhadap FDR dan PKI yang mengacau ketertiban
dan keamanan.
Walaupun
dalam penumpasan ini sempat mendapatkan perlawanan yang sengit dari tentara FDR
dan PKI, namun Madiun secara cepat berhasil direbut kembali oleh pasukan
militer Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1948. Salah satu pimpinan FDR dan PKI
yang bernama Muso Menawar berhasil ditangkap dan langsung dieksekusi mati di
Ponorogo. Sementara Amir Syarifuddin sendiri baru tertangkap pada tanggal 29
November 1948 di Desa Klambu, Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah dengan tubuh
yang mulai kurus serta hanya memakai baju piyama, sarung, dan tanpa beralaskan
kaki. Amir Syarifuddin tidak mengadakan perlawanan sedikitpun meskipun di
tangannya masih memegang pistol, kemudian Amir pun ditahan beberapa hari di
kota Jogjakarta. Di lain sisi, pada tanggal 18 Desember, sidang kabinet Hatta
dilakukan untuk membahas tindakan apa yang harus diambil terhadap Amir
Syarifuddin dan kawan-kawannya.
Sidang
yang dihadiri oleh 12 orang ini berpendapat bahwa empat orang menghendaki ditembak
mati, empat orang berpendapat supaya dibebaskan, dan empat orang lainnya tidak
memberikan suaranya alias golongan putih. Sementara itu, Presiden Soekarno
sendiri dalam nya memilih agar Amir dan kawan-kawannya tidak ditembak mati,
namun pada tanggal 19 Desember 1948, saat bersamaan dengan kedatangan Agresi
Militer Belanda Kedua dan kekhawatiran Gubernur Kolonel Gatot Subroto jika Amir
dan kawan-kawannya memberontak dan membelok memihak Belanda, akhirnya di daerah
Ngaliyan sebelah utara Kota Solo Amir Syarifudin bersama dengan kawan-kawannya
dieksekusi mati secara sepihak.
Sebelum
regu tembak akan mengeksekusi, Amir Syarifuddin meminta sedikit waktu bersama
rekanrekannya untuk diberi kesempatan menulis sepucuk surat. Permintaan
terakhir Amir pun dikabulkan. Sesudah surat-surat itu diserahkan, Amir
Syarifuddin bersama dengan rekan-rekannya menyanyikan lagu Indonesia Raya serta
mars komunis internasional. Amir dan kawan-kawannya pun dieksekusi mati. Kita
ambil hal positifnya saja, perjalanan hidup sosok pejuang seperti Amir
Syarifuddin merupakan salah satu dari episode perjalanan sosok pejuang yang
berjuang untuk bangsanya, perjalanan yang penuh dengan lika-liku yang dihadapi
Amir Syarifuddin tak lain adalah berjuang untuk mengusir penjajah dari tanah
airnya. Dan sebagai generasi penerus bangsa sudah sepatutnya kita juga
memandang sisi lain dari sosok Aamir Sarifudin yang telah dikhianati dan dicap
sebagai pemberontak bangsa selama ini.
Pada
intinya, peristiwa ini bermula ketika Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan
Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (Re-Ra) pada 27 Februari 1948 dengan tujuan untuk
mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, namun kabinet tersebut termyata
menggantikan Kabinet Amir Syarifuddin yang telah dihapus lantaran dianggap
merugikan Indonesia pada Perjanjian Renville dan menguntungkan Belanda.
Akibatnya, seperti wilayah kekuasaan Indonesia semakin menyempit dan pengosongan
terhadap kantong gerilya yang melemahkan semangat perjuangan Indonesia. Mantan
Perdana Menteri Amir Syarifuddin turun jabatan menjadi pihak oposisi kebijakan
pemerintah. Sayangnya, kelengseran Amir justru membuatnya semakin memberontak.
Amir kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948.
FDR
didukung oleh organisasi komunis seperti Partai Sosialis, Pemuda Sosialis
Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia atau yang sering
disebut dengan SOBSI. Tujuan berdirinya FDR antara lain untuk menuntut
pembubaran Kabinet Hatta dan melakukan tindakan pemogokan umum. Musso yang baru
saja datang dari Soviet mengajak FDR untuk bergabung bersama PKI. FDR pun
menyepakati penggabungan tersebut dengan alasan untuk memperkuat sikap oposisi
Amir Syarifuddin.
Organisasi
berpaham kiri ini pun akhirnya membentuk kekuatan bersama Partai Sosialis
Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Mereka berusaha merampas wewenang
dan kekuasaan Indonesia yang dipegang oleh Kabinet Hatta lantaran tidak puas
dengan hasil dari kebijakan pemerintah pusat. Inisiatif Musso ini telah
dirapatkan sebelumnya di Yogyakarta. Rapat tersebut mengumandangkan pergantian
kabinet presidensial menjadi kabinet front persatuan. Muncul pula gagasan
bergabung dengan Uni Soviet demi mengalahkan Belanda. Hingga akhirnya aksi
pemberontakan pun diluncurkan.
Setelah
mengalami pasang surut, akhirnya Pimpinan Muso, Amir Syarifuddin, dan d\yang
lainnya juga dieksekusi mati. Sejak saat itu, saya menjadi teringat kembali
bagaimana saya bisa masuk ke zaman ini. Saya baru sadar mungkin ini alasan
mengapa saya bisa masuk ke zaman ini. Sebelumnya saya telah melakukan kesalahan
yang fatal di Monumen Kresek.
Tersadarkan
bahwa saya telah salah, saya juga berpikir mungkin ini ialah balasan karena
saya melanggar kode etik disini, saya acuh tak acuh, dan saya terlalu meremehkan.
Seharusnya saya menghargai dan menghormati mereka, karena mereka telah bersusah
payah memperjuangkan kemerdekaan hingga mengorbankan nyawanya, sedangkan
anak-anak pada zaman saya hanya tinggal menikmati enaknya dan mempertahankan
kemerdekaan. Kemudian saya berusaha berdoa kepada Tuhan untuk meminta maaf
kepada mereka, saya juga berdoa semoga para pahlawan yang telah gugur
mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya dan semoga saya bisa kembali ke zaman
asal saya.
Entah
bagaimana critanya, pada saat saya mengedipkan mata tiba-tiba saja saya sudah
berada di Relief Monumen Kresek. Saya merasa heran, namun saya menepisnya dan
tanpa berpikir panjang saya langsung bersujud syukur kepada Tuhan karena doa
saya dikabulkan. Saya sempat menampar pipi saya berulangkali dan mencubit
tangan saya sendiri, saya takut ini hanya mimpi namun saya telah kegirangan, setelah
saya mencubit dan menampar diri saya sendiri ternyata sakit, jadi tandanya ini
bukan hanya mimpi.
Saya
sudah sempat pesimis, saya berpikir mungkin ini balasan dari Tuhan dan mereka
sehingga saya tak bisa kembali ke zaman asal saya. Namun itu semua ternyata
salah, saya bisa kembali dengan keadaan utuh dan sehat wal afiat. Tak lama
kemudian, terdengar suara dari yang berada di Monumen Kresek berbunyi yang
mengatakan kalau monumen akan tutup dalam kurun waktu 5 menit lagi, sehingga
saya segera bergegas keluar dan mencari keluarga saya.
Saya
pun bertemu mereka, mereka menanyaiku darimana saja saya. Karena dari tadi
hanya saya yang memisahkan diri sendirian, mereka mencari-cari saya, namun tak menemukannya
hingga mereka melapor kepada petugas di Monumen Kresek dan pihak kepolisian
setempat. Saya pun hanya menjawab dengan senyuman dan mengatakan kalau saya
tadi melakukan petualang yang sangat keren, mereka pun berpikir kalau saya
hanya halu. Tetapi tidak apa-apa, ini sangat berkesan di hati dan pikiran saya.
Malahan saya ingin mengukirnya saja di dalam tubuh saya agar saya tidak pernah
melupakannya.
Saya
terus terbayang-bayang mengenai pengalaman langka yang tidak tentu dimiliki
juga oleh orang lain ini, saya berpetualang di zaman lampau, menegangkan namun seru,
ada banyak hal yang dapat dipelajari dan dipetik. Ini merupakan keajaiban,
bagaimana tidak ajaib? Saya bisa berpetualang tanpa membawa bekal, tanpa merasa
lapar, tanpa membawa teman (Nobita saja kalau berpetualang ditemani oleh
Doraemon, Dora ditemani oleh Peta kesayangannya, dan Peterpan ditemani oleh
Tinkerball, lah ini saya sendirian), dan bisa-bisanya saya tak kasat mata oleh
mereka.
Mungkin
jika anak bandel seperti saya tidak diberikan pelajaran, sampai saat ini
ataupun seterusnya bisa jadi saya tidak akan pernah mau menghargai perjuangan
mereka. Lalu kami pun meninggalkan Monumen Kresek dan bergegas melakukan
perjalanan pulang. Eits, saya tiba-tiba teringat dimana ya letak rumah tadi dan
dimana ya kakek jelmaan atlet lari tadi? Kan belum saya ajak foto bersama dan
belum saya ajak lomba balapan lari beliau tadi, sayang deh.
Mobil
secara perlahan mulai berjalan meninggalkan Monumen Kresek, di sepanjang
perjalanan, yang saya lakukan hanyalah menatap ke arah luar jendela mobil
sambil mengingat-ngingat bagaimana hal konyol tadi bisa terjadi pada saya.
Monumen
ajaib....ya, kata inilah yang tepat untuk menggambarkan kalau Monumen Kresek
ialah monumen yang sungguh luar biasa keajaibannya, monumen itu bisa mengantarkan
saya untuk berjalan-jalan dan menjelajahi masa lampau serta tidak lupa juga
saya dikembalikan kepada zaman asal saya. Suasana sore menjelang malam pun
tiba, adzan maghrib sudah mulai terdengar di telinga saya walaupun asal
suaranya masih berasal dari arah kejauhan. Saya merasa lelah atas perjalanan yang
spektakuler nan menggelegar hari ini, akhirnya saya memutuskan untuk menunggu
sampai di rumah dengan tidur dan kisah saya pun selesai…
oooooOOOOOooooo
Tidak ada komentar: