KOPI ABADI

Kamis, Januari 25, 2024

 KOPI ABADI

Oleh : Ayunda Mayesti Putri

 


Hembusan angin sunyi, membisu menuntun dedaunan jatuh di pelataran. Kini angin kembali berhembus menggiring aroma kopi hitam keluar dari persembunyian. Uap putih pudar melayang sebentar di udara, dan kemudian menghilang sebelum menyentuh dinding-dinding langit. Aroma kopi yang mulai tenggelam dalam dinginnya malam. Seperti seorang insan yang selalu tenggelam dalam kenikmatan kopi abadi.

Sebuah kedai kopi dengan nuansa yang klasik, di mana banyak benda unik di dalamnya. Suasana kedai kopi yang selalu menangkan, memberi segala cinta dalam secangkir kopinya. Ya, itulah kedai kopi abadi. Kedai kopi dengan ciri khas kopi yang unik, aroma kopi yang pekat, dan rasa kopi yang tidak biasa. Terlihat jelas siapa yang berada di sana, seseorang dengan rambut yang sudah mulai memutih dan tubuh yang tidak lagi muda. Walaupun raganya sudah tak lagi segar, namun jiwa dan tekadnya tidak kalah jika di bandingkan dengan seribu pemuda.

Itu adalah Pak Umar, sang pendiri kedai kopi yang diberi nama kopi abadi. Kedai kopi itu berada di kota Pontianak dan sudah berdiri sejak tahun 1986. Bubuk kopi yang digunakan telah diolah dengan proses-proses yang panjang, dan itulah yang membuat cita rasa kopi abadi tiada duanya. Aromanya yang sedap dan rasa kopi hitam yang nikmat itulah yang menyebabkan kopi abadi populer pada zamannya, bahkan sampai sekarang. Sejak zaman dahulu resep kopi abadi tidak pernah berubah, cita rasanya masih sama sejak pertama kali kopi abadi di buat. Biji kopi yang digunakan juga selalu di beli dari pemasok biji kopi yang sama sejak dahulu, pemasok biji kopi itu selalu mengirimkan biji-biji kopi berkualitasnya di hari minggu.

Surya pun mulai menunjukkan keberadaannya, dan Pak Umar bergegas membuka pintu kedai selebar lebarnya. Pelanggan pun satu per satu mulai berdatangan. Di tengah-tengah ramainya pelanggan, terlihat ada seorang gadis dengan pita merah yang mengikat rembutnya, dan balutan kain yang mengelilingi tubuhnya bagaikan seorang barista. Itu adalah Arum, cucu dari Pak Umar. Arum adalah seorang gadis yang sangat mencintai akan kenikmatan kopi, sejak kecil Arum selalu ikut kakeknya pergi ke kedai kopi milik kakeknya itu, di sana Arum belajar mengenai berbagai jenis kopi dan membedakan mana biji kopi yang berkualitas dan mana biji kopi yang kurang berkualitas. Arumlah yang selalu memastikan bahwa kopi yang dijual kakeknya berasal dari biji kopi yang berkualitas.

Kini, hari minggu pun telah tiba, hari di mana pemasok biji kopi mengirimkan biji-biji kopinya. Arum pun bergegas pergi ke gudang kopi untuk menerima biji-biji kopi yang telah dikirimkan oleh pemasok. Arum mulai mengecek satu per satu karung-karung yang berisi biji kopi itu. Setelah Arum mengecek satu per satu dengan teliti, Arum menemukan sebuah kejanggalan. Ternyata biji kopi yang dikirimkan tidak sama seperti biji kopi yang biasanya dikirimkan oleh pemasok. Sepertinya biji kopi yang dikirim adalah biji kopi oplosan.

Arum segera bergegas menemui kakeknya yang tengah sibuk meracik kopi untuk pelanggan yang sedang berkunjung. Arum langsung memberi tahu kakeknya bahwa biji kopi yang dikirim tidak sesuai dengan biji kopi yang biasanya dikirim. Pak Umar pun sangat terkejut dengan hal yang telah disampaikan Arum.

“Loh mana mungkin mereka mengirimkan biji kopi oplosan, kakek sudah lama membeli biji kopi dari pemasok itu, gak mungkinlah kalau kita dicurangi,” ucap Pak Umar dengan nada kaget.

“Kalau kakek gak percaya, coba saja kakek bandingkan biji kopi yang baru saja dikirim dengan biji kopi yang dikirim minggu kemarin,” ucap Arum sambil memberikan kedua biji kopi tersebut. Kakek pun membandingkan biji kopi yang baru saja dikirim dengan biji kopi yang dikirim minggu kemarin dengan saksama, dan ternyata benar bahwa biji kopi yang dikirim adalah biji kopi oplosan.

“Benar katamu Arum, ya sudah tidak apa-apa nanti kita pilihi saja biji kopi yang masih layak dijual. Lagi pula di mana lagi kita bisa mendapatkan biji kopi yang berkualitas lagi kalau bukan dari tempat Pak Joko,” ucap Pak Umar dengan nada rendah.

“Loh gak bisa begitulah kek, hal seperti ini gak bisa terus dibiarkan, bisa-bisa kita akan terus dicurangi, mau gak mau kita harus temui Pak Joko dan bicarakan mengenai biji kopi yang telah dia kirim,” Arum membantah omongan kakeknya dengan nada rendah.

“Hmmmm, ya sudah kalau begitu, besok kamu temani kakek pergi ke pasar ya, kita temui Pak Joko dan bicarakan baik-baik,” ucap Pak Umar menjawab Arum. Arum pun mengangguk menandakan bahwa dia setuju dengan kakeknya.

Keesokan harinya, Arum dan Pak Umar pergi ke pasar untuk menemui Pak Joko. Sesampainya di pasar, Pak Umar dan Arum berjalan mengelilingi pasar hingga akhirnya Pak Umar berhenti di suatu ruko kecil yang di penuhi berbagai macam biji kopi. Itu adalah tempat di mana Pak Umar selalu membeli biji-biji kopi untuk kedainya. Pak Umar dan Arum mulai memasuki ruko kecil itu untuk menemui Pak Joko, sang pemilik ruko. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Pak Umar dan Arum bertemu dengan Pak Joko.

“Pak Joko bisa bicara sebentar?” tanya Pak Umar kepada Pak Joko.

“Ada apa Pak Umar, kok pagi-pagi sudah ke sini, gak biasanya” jawab Pak Joko.

 

“jadi begini Pak, kok kopi yang di kirim beda dari biasanya, ini salah kirim atau bagaimana? Cucuku yang malah sadar kemarin pas baru lihat-lihat kopi,” ucap Pak Umar menjelaskan semuanya

“Loh bagaimana to pak, mana mungkin saya mencurangi orang seperti Pak Umar, lagi pula kita kan sudah lama bekerja sama masak saya tega mencurangi Pak Umar,” jawab Pak Joko membela dirinya.

“Ya sudah pak kalau begitu saya percaya dengan Pak Joko, besok tolong kirimkan biji kopi yang seperti biasanya ya pak, jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi,” Pak Umar kembali memberikan kepercayaannya kepada Pak Joko.

“Kalau itu beres Pak Umar, besok saya kirim biji kopi yang berkualitas dijamin Pak Umar suka dengan barang yang saya kirim,” jawab Pak Joko dengan nada gembira.

Di tengah-tengah perbincangan Pak Umar dan Pak Joko, Arum berbisik kepada kakeknya, “Kakek kenapa masih mau beli biji kopi di sini, jelas-jelas kita sudah di tipu oleh Pak Joko, masih saja mau membeli biji kopi di sini,” bisik Arum kepada kakeknya.

“Kalau bukan beli di sini, kita mau beli di mana lagi Arum, hanya di sini kita mendapatkan biji kopi yang bagus untuk kedai kita,” Pak Umar menjawab Arum dengan bisik-bisik.

Arum hanya terdiam setelah mendengar jawaban kakeknya itu, tetapi Arum bukan hanya terdiam, dalam diamnya itu Arum sedang berpikir keras di mana dia bisa mendapatkan biji kopi yang lebih bagus dari tempat Pak Joko. Setelah beberapa saat Arum terdiam, tiba-tiba kakeknya menepuk punggungnya dan mengajaknya pulang.

“Rum, ayo pulang sudah mulai siang,” Pak Umar mengajak Arum untuk pulang, sedangkan Arum hanya membalas ajakan kakeknya dengan anggukan kecil.

Arum dan kakeknya segera bergegas pulang dan membuka kedai kopi mereka, seperti biasa belum lama Pak Umar membuka pintu kedainya pelanggan sudah mulai berdatangan. Satu per satu pelanggan mulai memesan kopi di kedai kopi abadi, Arum segera mencatat pesanan-pesanan pelanggan dan memberikan catatan pesanan itu kepada kakeknya. Pak Umar mulai membuatkan pesanan pelanggannya satu per satu dan Arumlah yang bertugas untuk mengantarkan pesanan-pesanan itu. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Pak Umar dan Arum bergegas untuk membersihkan dan menutup kedai kopi mereka.

Keesokan harinya, Pak Joko datang dengan membawa biji kopi yang telah dipesan Pak Umar kemarin. Seperti biasa Arumlah yang selalu mengecek biji-biji kopi yang baru saja datang. Di saat Arum sedang mengecek satu per satu karung-karung biji kopi itu, ternyata Pak Joko masih saja mengirimkan biji kopi yang kurang bagus atau bisa di sebut biji kopi oplosan. Melihat hal itu Arum sangat marah, dia menghampiri Pak Joko dengan membawa segenggam biji kopi di tangannya dan berbicara kepada Pak Joko.

“Apa apaan ini pak, kenapa bapak masih saja mengirimkan biji kopi oplosan seperti kemarin? Apa bapak sudah tidak mau lagi bekerja sama dengan kedai kami?” tanya Arum dengan nada marah.

“Maksudmu apa Arum, jangan asal bicara kamu ya, anak kemarin sore saja sudah kurang ajar, memangnya kamu tahu apa tentang kopi?” sahut Pak Joko dengan nada tinggi.

Pak Umar pun datang ke gudang dan melihat cekcok antara Pak Joko dengan Arum.

“Ada apa ini ribut-ribut? Ada apa Pak Joko?” tanya Pak Umar kebingungan.

“Pak Umar, cucumu Arum ini sudah berani menuduh saya, katanya biji kopi yang saya kirimkan itu oplosan dan kualitasnya tidak bagus, saya gak terima dituduh seperti itu” Pak Joko menjelaskan kepada Pak Umar.

“Benar begitu Arum?”

“Arum tidak menuduh kek, yang Arum katakan itu semua adalah fakta bukan tuduhan,” Arum membela dirinya.

“Fakta apanya, kamu menuduh saya Arum!” bentak Pak Joko kepada Arum.

“Sudah-sudah, Pak Joko maafkan cucu saya pak, mungkin dia tidak sengaja berkata seperti itu, sekali lagi mohon maafkan Arum pak,” ucap Pak Joko mencoba menyudahi perdebatan ini.

Tanpa berkata apa-apa, Pak Joko langsung meninggalkan gudang biji kopi itu dan pergi begitu saja. Arum yang masih marah dengan tindakan kecurangan yang dilakukan Pak Joko hanya bisa diam untuk meredakan amarahnya. Setelah Arum sudah merasa tenang, dia menghampiri kakeknya dan mengajak kakeknya berbicara sebentar.

“Kakek, Arum mau bicara sebentar bisa?”

“Mau bicara apa Rum?” Pak Umar balik bertanya.

“Kita sudah gak bisa terus terusan membeli biji kopi dari pemasok kopi curang itu kek, kita sudah berkali kali ditipu oleh Pak Joko. Apa kakek mau kalau Pak Joko mengirimkan biji kopi oplosan lagi dan kualitas kopi yang kita jual jadi buruk? Bukankah kakek dulu pernah bilang ke Arum bagaimana pun kondisinya, kita harus tetap mempertahankan cita rasa dari kopi abadi? Ya kalau kita tetap beli biji kopi dari Pak Joko dan Pak Joko terus terusan mengirimkan biji kopi oplosan lama kelamaan cita rasa kopi abadi akan berubah. Kakek gak mau kan hal itu terjadi?” ucap Arum

“Kalau bukan beli di Pak Joko, kita mau beli di mana lagu rum? Apa kamu tahu solusi untuk masalah ini?” Pak Umar membalas ucapan Arum.

“Bagaimana kalau kita langsung membeli biji kopi dari petani kopi saja kek? Pasti kopi yang dihasilkan lebih bagus dan yang paling penting kita bisa memilih sendiri biji kopi yang bagus dan biji kopi yang kurang bagus,” ucap Arum kembali menjelaskan kepada kakeknya.

“Kalau kita beli dari petani, kita tambah ribet rum, biji kopi dari petani pasti masih berupa biji yang baru di petik dari pohonnya, proses yang diperlukan untuk mengubah biji kopi menjadi bubuk kopi akan semakin panjang,” ucap Pak Umar membantah saran Arum.

“Justru itu kek, proses yang panjang juga membutuhkan keterlibatan banyak orang, kenapa kita gak mencari karyawan saja, dengan begitu kita juga bisa membantu orang orang yang butuh pekerjaan,” Arum mencoba untuk meyakinkan kakeknya.

Pak Umar diam sejenak dan kemudian berkata “apa kamu sudah tahu petani kopi yang hasil panennya bagus?”

Dengan wajah yang sumringah Arum pun menjawab “kalau kakek setuju Arum akan segera mencari petani yang hasil panennya sesuai dengan standar kedai kopi abadi”

Pak Umar pun mengangguk kecil dengan wajah tersenyum, setelah melihat reaksi kakeknya Arum langsung berlari keluar kedai kopi dan mulai mendatangi satu per satu kebun kopi. Akhirnya Arum menemukan satu perkebunan kopi yang menurutnya kopi-kopi yang dihasilkan sesuai dengan apa yang Arum dan kakeknya inginkan. Arum mengelilingi kebun kopi itu sendirian tanpa mengetahui siapa pemilik perkebunan kopi itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki berambut hitam dan berkulit sawo matang datang menghampiri Arum.

Lelaki itu bertanya kepada Arum “ada yang bisa saya bantu mbak?”

“Sebelumnya perkenalkan pak, nama saya Arum, saya di sini sedang melihat lihat dan ingin mencari perkebunan kopi untuk menjadi pemasok utama di kedai kopi milik kakek saya, nah apakah bapak tahu siapa pemilik perkebunan kopi ini?” ucap Arum menjawab pertanyaan lelaki itu.

Dan ternyata lelaki itu adalah pemilik perkebunan kopi yang sedang Arum bicarakan, dia bernama Pak Idrus. Sebagian besar perkebunan kopi di daerah itu adalah mirik Pak Idrus. Mendengar hal itu, Arum langsung mengajak Pak Idrus untuk bekerja sama, Arum menjelaskan konsep kerja samanya dengan jelas dan rinci. Akhirnya Pak Idrus setuju untuk menjadi pemasok kopi di kedai kopi abadi. Mendengar persetujuan dari Pak Idrus, Arum segera bergegas menemui kakeknya dan memberitahukan tentang hal ini.

Sesampainya di kedai kopi, Arum langsung mencari kakeknya dan memberi tahu bahwa Arum sudah mendapatkan pemasok biji kopi yang baru dan pastinya lebih bagus dari pemasok biji kopi sebelumnya. Pak Umar sangat senang mendengar hal itu. Setelah mendapatkan pemasok biji kopi yang baru, Pak Umar dan Arum segera menjalankan rencana ke dua, yaitu mencari karyawan untuk membantu mengolah biji kopi mentah menjadi bubuk kopi yang siap seduh. Setelah beberapa hari mencari pegawai, akhirnya Arum pulang dengan membawa dua orang laki-laki dan dua orang perempuan untuk menjadi pegaiwainya di kedai kopi. Orang-orang itu adalah pengemis di jalanan yang di ajak Arum untuk bekerja di kedai kopi milik kakeknya agar dapat menyambung hidup.

Akhirnya yang ditunggu tunggu telah tiba, Pak Idrus telah mengirimkan biji kopi mentah ke kedai kopi milik Pak Umar. Arum segera mengecek satu per satu karung-karung berisi biji kopi mentah itu, dan Arum sangat puas dengan biji kopi yang dikirimkan Pak Idrus. Stelah puas dengan biji yang dikirimkan, Arum segera memerintahkan pegawainya untuk langsung mengolah biji kopi mentah itu sesuai proses-proses yang telah di ajarkan Arum kepada pegawainya. Proses pengolahan mulai berjalan satu per satu, mulai dari penyortiran, pengeringan, pengupasan kulit kopi, penyaringan, sampai penghalusan sudah berjalan dengan baik.

Api sudah mulai padam namun seakan akan ada seseorang yang memberi bensin ke api tersebut, sehingga api yang sudah ingin padam tadi kembali membesar. Tetapi ini bukan tentang api, melainkan tentang masalah yang tidak ada habisnya. Belum lama Pak Umar dan Arum menemukan solusi untuk masalah masalahnya sudah ada masalah baru lagi.

Beberapa hari setelah Pak Umar mendapatkan biji kopi dari Pak Idrus, Pak Joko datang menemui Pak Umar di kedai kopi abadi dan menanyakan mengapa Pak Umar tidak membeli biji kopi di tempatnya lagi. Pak Umar pun menjelaskan kalau dia kecewa dengan Pak Joko karena sudah menipunya hingga dua kali, bahkan setelah di beri kepercayaan lagi Pak Joko masih mengirimkan barang yang tidak sesuai dengan pesanan Pak Umar. Kemudian Pak Joko menjelaskan kalau dia telah dibayar untuk mengirimkan biji kopi yang kualitasnya tidak bagus untuk Pak Umar, agar pelanggan kedai kopi Pak Umar sepi pelanggan karena rasa kopi yang berubah. Tetapi rencana itu gagal karena Arum sangat teliti dalam mengecek biji kopi, sehingga biji kopi yang kurang bagus tadi tidak jadi olah menjadi bubuk kopi dan dijual di kedai kopi abadi.

Pak Umar sangat kaget mendengar hal itu, dia tidak menyangka orang yang dari dulu selalu dia percaya untuk menjadi pemasok utama di kedai kopinya ternyata tega mencuranginya hanya karena dibayar oleh orang yang belum lama dia kenal. Setelah mendengarkan penjelasan Pak Joko, Pak Umar pun menanyakan siapa orang yang telah membayar Pak Joko hingga dia tega mengirimkan biji kopi oplosan. Tetapi Pak Joko tidak mau menyebut siapa yang telah membayarnya, dia hanya berkata kalau orang yang telah membayarnya itu sekarang sedang sakit keras sehingga usahanya bangkrut karena tidak ada yang mau melanjutkan usahanya. Pak Joko terdiam dan meminta maaf kepada Pak Umar karena pernah mencuranginya. Setelah itu Pak Joko pamit pulang dan meninggalkan kedai kopi abadi.

Setelah Pak Joko pergi, Pak Umar hanya duduk dan melamun, itu membuat Arum penasaran kenapa setelah Pak Joko pergi kakeknya banyak melamun dan hanya duduk di depan kedai kopinya. Arum pun memberanikan diri untuk bertanya kepada kakeknya

“Kakek kenapa kok dari tadi melamun terus, ada masalah?” tanya Arum kepada kakeknya.

“Kamu tahu kan tadi Pak Joko kesini, dia tadi cerita kalau dia dibayar sama orang yang mau menyaingi kedai kopi kita untuk mengirim biji kopi oplosan. Tapi pas kakek tanya siapa yang membayar Pak Joko, dia gak mau jawab. Kakek jadi penasaran siapa yang tega melakukan itu,” jawab kakek kepada Arum.

Arum pun menenangkan kakeknya dan meminta kakeknya agar tidak terlalu memikirkan hal itu, “Sudahlah kek, gak usah terlau dipikirkan, toh kan kita juga sudah menemukan pemasok baru, lebih baik sekarang kakek istirahat saja, biar Arum yang menutup kedai”.

Pak Umar hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Arum. Arum pun bergegas membereskan dan menutup kedai kopi abadi agar dia bisa cepat-cepat beristirahat. Setelah semua selesai Arum dan Pak Umar bergegas untuk pulang. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, ayam-ayam sudah mulai berkokok dan matahari pun mulai terbit yang menandakan bahwa malam sudah berganti menjadi pagi. Arum dan Pak Umar melanjutkan aktivitas mereka seperti biasanya, yaitu pergi ke kedai kopi. Pak Umar dan Arum mulai membuka pintu kedai kopi abadi dengan hati yang gembira, para pegawai pun mulai berdatangan untuk bekerja, para pelanggan pun juga mulai berdatangan tidak lama setelah kopi abadi buka. Seperti biasa Arumlah yang selalu mencatat pesanan-pesanan dari pelanggan dan Pak Umar yang membuatkan pesanan-pesanan pelanggan sesuai dengan catatan yang diberikan Arum. Tetapi sekarang Arum tidak hanya mencatat pesanan pelanggannya saja, sekarang Arum juga harus memantau para pekerja yang sedang mengolah biji kopi untuk dijadikan kopi bubuk. Arum mengawasi dengan teliti agar tidak ada kesalahan sekecil apa pun terjadi, jika ada kesalahan sedikit saja itu akan merubah rasa dari kopi abadi dan Arum tidak mau itu terjadi.

Di saat Arum sedang asyik mengawasi para pekerja tiba-tiba ada teriakan dari dalam kedai kopi, Arum yang mendengar teriakan itu pun langsung berlari menuju kedai kopi. Betapa terkejutnya Arum melihat tubuh kakeknya yang sudah tergeletak lemas di tanah. Arum langsung berlari sekencang kencangnya menuju kakeknya yang sudah tergeletak di tanah. Arum terus berteriak meminta tolong untuk cepat-cepat membawa kakeknya ke klinik terdekat, para pelanggan berbondong bondong membawa Pak Umar ke luar kedai, sementara Arum sibuk mencari angkutan umum untuk membawa kakeknya ke klinik terdekat.

Sesampainya di depan klinik, Arum segera memanggil dokter agar kakeknya segera di tangani. Pak Umar pun di bawa ke dalam sebuah ruangan yang dipenuhi berbagai macam alat medis. Tatapi dokter tidak mengizinkan Arum untuk masuk ke dalam ruangan itu, Arum hanya duduk di depan ruangan itu sambil berdoa untuk keselamatan kakeknya. Dokter pun mulai memeriksa Pak Umar, selang beberapa lama, dokter keluar dan menjelaskan kepada Arum kalu kakeknya terkena serangan jantung. Mendengar hal itu Arum sangat sedih, hatinya hancur sehancur hancurnya. Arum pun bertanya kepada dokter, apakah dia boleh masuk menemui kakeknya, lalu dokter itu mengangguk mengiyakan Arum.

Arum menangis melihat kakeknya terbaring lemah di atas kasur, tetapi ternyata kakeknya melihat Arum menangis dan berkata kepada Arum untuk jangan menangis.

“Rum, nanti kalu kakek sudah gak ada, kamu ya yang urus kopi abadi, dijaga cita rasanya jangan sampai berubah, tetap pastikan kualitas kopinya bukan harga kopinya. Walaupun harga biji kopinya murah tapi kalau kualitasnya jelek jangan dibeli ya rum, nanti rasanya pasti beda, gak seenak kalau pakai biji kopi yang bagus”. Kata pak Umar berpesan kepada Arum.

“Kakek ini ngomong apa sih, umur kakek masih panjang gak usah mikir yang aneh-aneh dulu, lebih baik kakek sekarang istirahat supaya cepet sembuh terus bisa ke kedai lagi,” ucap Arum.

Pak Umar pun tertidur dengan lelap, Arum yang melihat kakeknya tidur pun ikut tidur di kursi dekat ranjang kakeknya. Keesokan harinya Arum terbangun dan bersiap siap untuk pergi ke kedai kopi, Arum membangunkan kakeknya dan berpamitan. Tetapi kakeknya tak kunjung bangun, Arum sangat panik melihat kakeknya tak kunjung bangun. Kemudian Arum berlari dari kamar kakeknya dan berteriak memanggil dokter. Para dokter dan tenaga medis segera berlari menuju kamar Pak Umar dan segera memeriksa Pak Umar. Arum hanya bisa memandang kakeknya dari balik pintu yang hanya terdapat sedikit kaca tembus pandang. Arum takut terjadi apa-apa pada kakeknya, dia menangis tersendu sendu hingga akhirnya ada seorang dokter keluar dari kamar Pak Umar.

Dokter itu berkata kepada Arum bahwa kakeknya sudah tiada, mendengar hal itu Arum menangis sejadi jadinya, dia tidak tahu bagaimana hidupnya jika tidak ada kakeknya. Ternyata percakapan dengan kakeknya tadi malam adalah percakapan terakhirnya. Beberapa hari setelah kematian Pak Umar, Arum kembali membuka kedai kopi abadi, Dialah yang akan melanjutkan kopi abadi sesuai dengan wasiat kakeknya. Dia berjanji untuk tetap melanjutkan kedai kopi abadi sesuai dengan apa yang kakeknya lakukan selama ini. Arum akan selalu mempertahankan resep dan cita rasa dari kopi abadi. Dia tidak akan mengubah sedikit pun resep kopi yang telah kakeknya buat. Sesuai dengan namanya resep kopi tersebut akan selalu abadi.

 

-TAMAT-

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.