KOPI ABADI
KOPI ABADI
Oleh
: Ayunda Mayesti Putri
Hembusan
angin sunyi, membisu menuntun dedaunan jatuh di pelataran. Kini angin kembali
berhembus menggiring aroma kopi hitam keluar dari persembunyian. Uap putih
pudar melayang sebentar di udara, dan kemudian menghilang sebelum menyentuh
dinding-dinding langit. Aroma kopi yang mulai tenggelam dalam dinginnya malam.
Seperti seorang insan yang selalu tenggelam dalam kenikmatan kopi abadi.
Sebuah
kedai kopi dengan nuansa yang klasik, di mana banyak benda unik di dalamnya.
Suasana kedai kopi yang selalu menangkan, memberi segala cinta dalam secangkir
kopinya. Ya, itulah kedai kopi abadi. Kedai kopi dengan ciri khas kopi yang
unik, aroma kopi yang pekat, dan rasa kopi yang tidak biasa. Terlihat jelas
siapa yang berada di sana, seseorang dengan rambut yang sudah mulai memutih dan
tubuh yang tidak lagi muda. Walaupun raganya sudah tak lagi segar, namun jiwa
dan tekadnya tidak kalah jika di bandingkan dengan seribu pemuda.
Itu
adalah Pak Umar, sang pendiri kedai kopi yang diberi nama kopi abadi. Kedai
kopi itu berada di kota Pontianak dan sudah berdiri sejak tahun 1986. Bubuk
kopi yang digunakan telah diolah dengan proses-proses yang panjang, dan itulah
yang membuat cita rasa kopi abadi tiada duanya. Aromanya yang sedap dan rasa
kopi hitam yang nikmat itulah yang menyebabkan kopi abadi populer pada
zamannya, bahkan sampai sekarang. Sejak zaman dahulu resep kopi abadi tidak
pernah berubah, cita rasanya masih sama sejak pertama kali kopi abadi di buat.
Biji kopi yang digunakan juga selalu di beli dari pemasok biji kopi yang sama
sejak dahulu, pemasok biji kopi itu selalu mengirimkan biji-biji kopi
berkualitasnya di hari minggu.
Surya
pun mulai menunjukkan keberadaannya, dan Pak Umar bergegas membuka pintu kedai
selebar lebarnya. Pelanggan pun satu per satu mulai berdatangan. Di
tengah-tengah ramainya pelanggan, terlihat ada seorang gadis dengan pita merah
yang mengikat rembutnya, dan balutan kain yang mengelilingi tubuhnya bagaikan
seorang barista. Itu adalah Arum, cucu dari Pak Umar. Arum adalah seorang gadis
yang sangat mencintai akan kenikmatan kopi, sejak kecil Arum selalu ikut
kakeknya pergi ke kedai kopi milik kakeknya itu, di sana Arum belajar mengenai
berbagai jenis kopi dan membedakan mana biji kopi yang berkualitas dan mana
biji kopi yang kurang berkualitas. Arumlah yang selalu memastikan bahwa kopi
yang dijual kakeknya berasal dari biji kopi yang berkualitas.
Kini,
hari minggu pun telah tiba, hari di mana pemasok biji kopi mengirimkan
biji-biji kopinya. Arum pun bergegas pergi ke gudang kopi untuk menerima biji-biji
kopi yang telah dikirimkan oleh pemasok. Arum mulai mengecek satu per satu
karung-karung yang berisi biji kopi itu. Setelah Arum mengecek satu per satu
dengan teliti, Arum menemukan sebuah kejanggalan. Ternyata biji kopi yang
dikirimkan tidak sama seperti biji kopi yang biasanya dikirimkan oleh pemasok.
Sepertinya biji kopi yang dikirim adalah biji kopi oplosan.
Arum
segera bergegas menemui kakeknya yang tengah sibuk meracik kopi untuk pelanggan
yang sedang berkunjung. Arum langsung memberi tahu kakeknya bahwa biji kopi
yang dikirim tidak sesuai dengan biji kopi yang biasanya dikirim. Pak Umar pun
sangat terkejut dengan hal yang telah disampaikan Arum.
“Loh
mana mungkin mereka mengirimkan biji kopi oplosan, kakek sudah lama membeli
biji kopi dari pemasok itu, gak mungkinlah kalau kita dicurangi,” ucap Pak Umar
dengan nada kaget.
“Kalau
kakek gak percaya, coba saja kakek bandingkan biji kopi yang baru saja dikirim
dengan biji kopi yang dikirim minggu kemarin,” ucap Arum sambil memberikan
kedua biji kopi tersebut. Kakek pun membandingkan biji kopi yang baru saja
dikirim dengan biji kopi yang dikirim minggu kemarin dengan saksama, dan
ternyata benar bahwa biji kopi yang dikirim adalah biji kopi oplosan.
“Benar
katamu Arum, ya sudah tidak apa-apa nanti kita pilihi saja biji kopi yang masih
layak dijual. Lagi pula di mana lagi kita bisa mendapatkan biji kopi yang
berkualitas lagi kalau bukan dari tempat Pak Joko,” ucap Pak Umar dengan nada
rendah.
“Loh
gak bisa begitulah kek, hal seperti ini gak bisa terus dibiarkan, bisa-bisa
kita akan terus dicurangi, mau gak mau kita harus temui Pak Joko dan bicarakan
mengenai biji kopi yang telah dia kirim,” Arum membantah omongan kakeknya
dengan nada rendah.
“Hmmmm,
ya sudah kalau begitu, besok kamu temani kakek pergi ke pasar ya, kita temui
Pak Joko dan bicarakan baik-baik,” ucap Pak Umar menjawab Arum. Arum pun
mengangguk menandakan bahwa dia setuju dengan kakeknya.
Keesokan
harinya, Arum dan Pak Umar pergi ke pasar untuk menemui Pak Joko. Sesampainya
di pasar, Pak Umar dan Arum berjalan mengelilingi pasar hingga akhirnya Pak
Umar berhenti di suatu ruko kecil yang di penuhi berbagai macam biji kopi. Itu
adalah tempat di mana Pak Umar selalu membeli biji-biji kopi untuk kedainya.
Pak Umar dan Arum mulai memasuki ruko kecil itu untuk menemui Pak Joko, sang
pemilik ruko. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Pak Umar dan Arum
bertemu dengan Pak Joko.
“Pak
Joko bisa bicara sebentar?” tanya Pak Umar kepada Pak Joko.
“Ada
apa Pak Umar, kok pagi-pagi sudah ke sini, gak biasanya” jawab Pak Joko.
“jadi
begini Pak, kok kopi yang di kirim beda dari biasanya, ini salah kirim atau
bagaimana? Cucuku yang malah sadar kemarin pas baru lihat-lihat kopi,” ucap Pak
Umar menjelaskan semuanya
“Loh
bagaimana to pak, mana mungkin saya mencurangi orang seperti Pak Umar, lagi
pula kita kan sudah lama bekerja sama masak saya tega mencurangi Pak Umar,”
jawab Pak Joko membela dirinya.
“Ya
sudah pak kalau begitu saya percaya dengan Pak Joko, besok tolong kirimkan biji
kopi yang seperti biasanya ya pak, jangan sampai kejadian seperti ini terulang
lagi,” Pak Umar kembali memberikan kepercayaannya kepada Pak Joko.
“Kalau
itu beres Pak Umar, besok saya kirim biji kopi yang berkualitas dijamin Pak
Umar suka dengan barang yang saya kirim,” jawab Pak Joko dengan nada gembira.
Di
tengah-tengah perbincangan Pak Umar dan Pak Joko, Arum berbisik kepada
kakeknya, “Kakek kenapa masih mau beli biji kopi di sini, jelas-jelas kita
sudah di tipu oleh Pak Joko, masih saja mau membeli biji kopi di sini,” bisik
Arum kepada kakeknya.
“Kalau
bukan beli di sini, kita mau beli di mana lagi Arum, hanya di sini kita
mendapatkan biji kopi yang bagus untuk kedai kita,” Pak Umar menjawab Arum
dengan bisik-bisik.
Arum
hanya terdiam setelah mendengar jawaban kakeknya itu, tetapi Arum bukan hanya
terdiam, dalam diamnya itu Arum sedang berpikir keras di mana dia bisa
mendapatkan biji kopi yang lebih bagus dari tempat Pak Joko. Setelah beberapa
saat Arum terdiam, tiba-tiba kakeknya menepuk punggungnya dan mengajaknya pulang.
“Rum,
ayo pulang sudah mulai siang,” Pak Umar mengajak Arum untuk pulang, sedangkan
Arum hanya membalas ajakan kakeknya dengan anggukan kecil.
Arum
dan kakeknya segera bergegas pulang dan membuka kedai kopi mereka, seperti
biasa belum lama Pak Umar membuka pintu kedainya pelanggan sudah mulai
berdatangan. Satu per satu pelanggan mulai memesan kopi di kedai kopi abadi,
Arum segera mencatat pesanan-pesanan pelanggan dan memberikan catatan pesanan
itu kepada kakeknya. Pak Umar mulai membuatkan pesanan pelanggannya satu per
satu dan Arumlah yang bertugas untuk mengantarkan pesanan-pesanan itu. Tidak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Pak Umar dan Arum bergegas
untuk membersihkan dan menutup kedai kopi mereka.
Keesokan
harinya, Pak Joko datang dengan membawa biji kopi yang telah dipesan Pak Umar
kemarin. Seperti biasa Arumlah yang selalu mengecek biji-biji kopi yang baru
saja datang. Di saat Arum sedang mengecek satu per satu karung-karung biji kopi
itu, ternyata Pak Joko masih saja mengirimkan biji kopi yang kurang bagus atau
bisa di sebut biji kopi oplosan. Melihat hal itu Arum sangat marah, dia
menghampiri Pak Joko dengan membawa segenggam biji kopi di tangannya dan
berbicara kepada Pak Joko.
“Apa
apaan ini pak, kenapa bapak masih saja mengirimkan biji kopi oplosan seperti
kemarin? Apa bapak sudah tidak mau lagi bekerja sama dengan kedai kami?” tanya
Arum dengan nada marah.
“Maksudmu
apa Arum, jangan asal bicara kamu ya, anak kemarin sore saja sudah kurang ajar,
memangnya kamu tahu apa tentang kopi?” sahut Pak Joko dengan nada tinggi.
Pak
Umar pun datang ke gudang dan melihat cekcok antara Pak Joko dengan Arum.
“Ada
apa ini ribut-ribut? Ada apa Pak Joko?” tanya Pak Umar kebingungan.
“Pak
Umar, cucumu Arum ini sudah berani menuduh saya, katanya biji kopi yang saya
kirimkan itu oplosan dan kualitasnya tidak bagus, saya gak terima dituduh
seperti itu” Pak Joko menjelaskan kepada Pak Umar.
“Benar
begitu Arum?”
“Arum
tidak menuduh kek, yang Arum katakan itu semua adalah fakta bukan tuduhan,”
Arum membela dirinya.
“Fakta
apanya, kamu menuduh saya Arum!” bentak Pak Joko kepada Arum.
“Sudah-sudah,
Pak Joko maafkan cucu saya pak, mungkin dia tidak sengaja berkata seperti itu,
sekali lagi mohon maafkan Arum pak,” ucap Pak Joko mencoba menyudahi perdebatan
ini.
Tanpa
berkata apa-apa, Pak Joko langsung meninggalkan gudang biji kopi itu dan pergi
begitu saja. Arum yang masih marah dengan tindakan kecurangan yang dilakukan
Pak Joko hanya bisa diam untuk meredakan amarahnya. Setelah Arum sudah merasa
tenang, dia menghampiri kakeknya dan mengajak kakeknya berbicara sebentar.
“Kakek,
Arum mau bicara sebentar bisa?”
“Mau
bicara apa Rum?” Pak Umar balik bertanya.
“Kita
sudah gak bisa terus terusan membeli biji kopi dari pemasok kopi curang itu
kek, kita sudah berkali kali ditipu oleh Pak Joko. Apa kakek mau kalau Pak Joko
mengirimkan biji kopi oplosan lagi dan kualitas kopi yang kita jual jadi buruk?
Bukankah kakek dulu pernah bilang ke Arum bagaimana pun kondisinya, kita harus
tetap mempertahankan cita rasa dari kopi abadi? Ya kalau kita tetap beli biji
kopi dari Pak Joko dan Pak Joko terus terusan mengirimkan biji kopi oplosan
lama kelamaan cita rasa kopi abadi akan berubah. Kakek gak mau kan hal itu
terjadi?” ucap Arum
“Kalau
bukan beli di Pak Joko, kita mau beli di mana lagu rum? Apa kamu tahu solusi
untuk masalah ini?” Pak Umar membalas ucapan Arum.
“Bagaimana
kalau kita langsung membeli biji kopi dari petani kopi saja kek? Pasti kopi
yang dihasilkan lebih bagus dan yang paling penting kita bisa memilih sendiri
biji kopi yang bagus dan biji kopi yang kurang bagus,” ucap Arum kembali
menjelaskan kepada kakeknya.
“Kalau
kita beli dari petani, kita tambah ribet rum, biji kopi dari petani pasti masih
berupa biji yang baru di petik dari pohonnya, proses yang diperlukan untuk
mengubah biji kopi menjadi bubuk kopi akan semakin panjang,” ucap Pak Umar
membantah saran Arum.
“Justru
itu kek, proses yang panjang juga membutuhkan keterlibatan banyak orang, kenapa
kita gak mencari karyawan saja, dengan begitu kita juga bisa membantu orang
orang yang butuh pekerjaan,” Arum mencoba untuk meyakinkan kakeknya.
Pak
Umar diam sejenak dan kemudian berkata “apa kamu sudah tahu petani kopi yang
hasil panennya bagus?”
Dengan
wajah yang sumringah Arum pun menjawab “kalau kakek setuju Arum akan segera
mencari petani yang hasil panennya sesuai dengan standar kedai kopi abadi”
Pak
Umar pun mengangguk kecil dengan wajah tersenyum, setelah melihat reaksi
kakeknya Arum langsung berlari keluar kedai kopi dan mulai mendatangi satu per
satu kebun kopi. Akhirnya Arum menemukan satu perkebunan kopi yang menurutnya
kopi-kopi yang dihasilkan sesuai dengan apa yang Arum dan kakeknya inginkan.
Arum mengelilingi kebun kopi itu sendirian tanpa mengetahui siapa pemilik
perkebunan kopi itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki berambut hitam dan berkulit
sawo matang datang menghampiri Arum.
Lelaki
itu bertanya kepada Arum “ada yang bisa saya bantu mbak?”
“Sebelumnya
perkenalkan pak, nama saya Arum, saya di sini sedang melihat lihat dan ingin
mencari perkebunan kopi untuk menjadi pemasok utama di kedai kopi milik kakek
saya, nah apakah bapak tahu siapa pemilik perkebunan kopi ini?” ucap Arum
menjawab pertanyaan lelaki itu.
Dan
ternyata lelaki itu adalah pemilik perkebunan kopi yang sedang Arum bicarakan,
dia bernama Pak Idrus. Sebagian besar perkebunan kopi di daerah itu adalah
mirik Pak Idrus. Mendengar hal itu, Arum langsung mengajak Pak Idrus untuk
bekerja sama, Arum menjelaskan konsep kerja samanya dengan jelas dan rinci.
Akhirnya Pak Idrus setuju untuk menjadi pemasok kopi di kedai kopi abadi.
Mendengar persetujuan dari Pak Idrus, Arum segera bergegas menemui kakeknya dan
memberitahukan tentang hal ini.
Sesampainya
di kedai kopi, Arum langsung mencari kakeknya dan memberi tahu bahwa Arum sudah
mendapatkan pemasok biji kopi yang baru dan pastinya lebih bagus dari pemasok
biji kopi sebelumnya. Pak Umar sangat senang mendengar hal itu. Setelah
mendapatkan pemasok biji kopi yang baru, Pak Umar dan Arum segera menjalankan
rencana ke dua, yaitu mencari karyawan untuk membantu mengolah biji kopi mentah
menjadi bubuk kopi yang siap seduh. Setelah beberapa hari mencari pegawai,
akhirnya Arum pulang dengan membawa dua orang laki-laki dan dua orang perempuan
untuk menjadi pegaiwainya di kedai kopi. Orang-orang itu adalah pengemis di
jalanan yang di ajak Arum untuk bekerja di kedai kopi milik kakeknya agar dapat
menyambung hidup.
Akhirnya
yang ditunggu tunggu telah tiba, Pak Idrus telah mengirimkan biji kopi mentah
ke kedai kopi milik Pak Umar. Arum segera mengecek satu per satu karung-karung
berisi biji kopi mentah itu, dan Arum sangat puas dengan biji kopi yang
dikirimkan Pak Idrus. Stelah puas dengan biji yang dikirimkan, Arum segera
memerintahkan pegawainya untuk langsung mengolah biji kopi mentah itu sesuai
proses-proses yang telah di ajarkan Arum kepada pegawainya. Proses pengolahan
mulai berjalan satu per satu, mulai dari penyortiran, pengeringan, pengupasan
kulit kopi, penyaringan, sampai penghalusan sudah berjalan dengan baik.
Api
sudah mulai padam namun seakan akan ada seseorang yang memberi bensin ke api
tersebut, sehingga api yang sudah ingin padam tadi kembali membesar. Tetapi ini
bukan tentang api, melainkan tentang masalah yang tidak ada habisnya. Belum
lama Pak Umar dan Arum menemukan solusi untuk masalah masalahnya sudah ada
masalah baru lagi.
Beberapa
hari setelah Pak Umar mendapatkan biji kopi dari Pak Idrus, Pak Joko datang
menemui Pak Umar di kedai kopi abadi dan menanyakan mengapa Pak Umar tidak
membeli biji kopi di tempatnya lagi. Pak Umar pun menjelaskan kalau dia kecewa
dengan Pak Joko karena sudah menipunya hingga dua kali, bahkan setelah di beri
kepercayaan lagi Pak Joko masih mengirimkan barang yang tidak sesuai dengan
pesanan Pak Umar. Kemudian Pak Joko menjelaskan kalau dia telah dibayar untuk
mengirimkan biji kopi yang kualitasnya tidak bagus untuk Pak Umar, agar
pelanggan kedai kopi Pak Umar sepi pelanggan karena rasa kopi yang berubah.
Tetapi rencana itu gagal karena Arum sangat teliti dalam mengecek biji kopi,
sehingga biji kopi yang kurang bagus tadi tidak jadi olah menjadi bubuk kopi
dan dijual di kedai kopi abadi.
Pak
Umar sangat kaget mendengar hal itu, dia tidak menyangka orang yang dari dulu selalu
dia percaya untuk menjadi pemasok utama di kedai kopinya ternyata tega
mencuranginya hanya karena dibayar oleh orang yang belum lama dia kenal.
Setelah mendengarkan penjelasan Pak Joko, Pak Umar pun menanyakan siapa orang
yang telah membayar Pak Joko hingga dia tega mengirimkan biji kopi oplosan.
Tetapi Pak Joko tidak mau menyebut siapa yang telah membayarnya, dia hanya
berkata kalau orang yang telah membayarnya itu sekarang sedang sakit keras
sehingga usahanya bangkrut karena tidak ada yang mau melanjutkan usahanya. Pak
Joko terdiam dan meminta maaf kepada Pak Umar karena pernah mencuranginya.
Setelah itu Pak Joko pamit pulang dan meninggalkan kedai kopi abadi.
Setelah
Pak Joko pergi, Pak Umar hanya duduk dan melamun, itu membuat Arum penasaran
kenapa setelah Pak Joko pergi kakeknya banyak melamun dan hanya duduk di depan
kedai kopinya. Arum pun memberanikan diri untuk bertanya kepada kakeknya
“Kakek
kenapa kok dari tadi melamun terus, ada masalah?” tanya Arum kepada kakeknya.
“Kamu
tahu kan tadi Pak Joko kesini, dia tadi cerita kalau dia dibayar sama orang
yang mau menyaingi kedai kopi kita untuk mengirim biji kopi oplosan. Tapi pas
kakek tanya siapa yang membayar Pak Joko, dia gak mau jawab. Kakek jadi
penasaran siapa yang tega melakukan itu,” jawab kakek kepada Arum.
Arum
pun menenangkan kakeknya dan meminta kakeknya agar tidak terlalu memikirkan hal
itu, “Sudahlah kek, gak usah terlau dipikirkan, toh kan kita juga sudah menemukan
pemasok baru, lebih baik sekarang kakek istirahat saja, biar Arum yang menutup
kedai”.
Pak
Umar hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Arum. Arum pun bergegas
membereskan dan menutup kedai kopi abadi agar dia bisa cepat-cepat
beristirahat. Setelah semua selesai Arum dan Pak Umar bergegas untuk pulang.
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, ayam-ayam sudah mulai berkokok dan
matahari pun mulai terbit yang menandakan bahwa malam sudah berganti menjadi
pagi. Arum dan Pak Umar melanjutkan aktivitas mereka seperti biasanya, yaitu
pergi ke kedai kopi. Pak Umar dan Arum mulai membuka pintu kedai kopi abadi
dengan hati yang gembira, para pegawai pun mulai berdatangan untuk bekerja,
para pelanggan pun juga mulai berdatangan tidak lama setelah kopi abadi buka.
Seperti biasa Arumlah yang selalu mencatat pesanan-pesanan dari pelanggan dan
Pak Umar yang membuatkan pesanan-pesanan pelanggan sesuai dengan catatan yang
diberikan Arum. Tetapi sekarang Arum tidak hanya mencatat pesanan pelanggannya
saja, sekarang Arum juga harus memantau para pekerja yang sedang mengolah biji
kopi untuk dijadikan kopi bubuk. Arum mengawasi dengan teliti agar tidak ada
kesalahan sekecil apa pun terjadi, jika ada kesalahan sedikit saja itu akan
merubah rasa dari kopi abadi dan Arum tidak mau itu terjadi.
Di
saat Arum sedang asyik mengawasi para pekerja tiba-tiba ada teriakan dari dalam
kedai kopi, Arum yang mendengar teriakan itu pun langsung berlari menuju kedai
kopi. Betapa terkejutnya Arum melihat tubuh kakeknya yang sudah tergeletak
lemas di tanah. Arum langsung berlari sekencang kencangnya menuju kakeknya yang
sudah tergeletak di tanah. Arum terus berteriak meminta tolong untuk
cepat-cepat membawa kakeknya ke klinik terdekat, para pelanggan berbondong
bondong membawa Pak Umar ke luar kedai, sementara Arum sibuk mencari angkutan
umum untuk membawa kakeknya ke klinik terdekat.
Sesampainya
di depan klinik, Arum segera memanggil dokter agar kakeknya segera di tangani.
Pak Umar pun di bawa ke dalam sebuah ruangan yang dipenuhi berbagai macam alat
medis. Tatapi dokter tidak mengizinkan Arum untuk masuk ke dalam ruangan itu,
Arum hanya duduk di depan ruangan itu sambil berdoa untuk keselamatan kakeknya.
Dokter pun mulai memeriksa Pak Umar, selang beberapa lama, dokter keluar dan
menjelaskan kepada Arum kalu kakeknya terkena serangan jantung. Mendengar hal
itu Arum sangat sedih, hatinya hancur sehancur hancurnya. Arum pun bertanya
kepada dokter, apakah dia boleh masuk menemui kakeknya, lalu dokter itu
mengangguk mengiyakan Arum.
Arum
menangis melihat kakeknya terbaring lemah di atas kasur, tetapi ternyata
kakeknya melihat Arum menangis dan berkata kepada Arum untuk jangan menangis.
“Rum,
nanti kalu kakek sudah gak ada, kamu ya yang urus kopi abadi, dijaga cita
rasanya jangan sampai berubah, tetap pastikan kualitas kopinya bukan harga
kopinya. Walaupun harga biji kopinya murah tapi kalau kualitasnya jelek jangan
dibeli ya rum, nanti rasanya pasti beda, gak seenak kalau pakai biji kopi yang
bagus”. Kata pak Umar berpesan kepada Arum.
“Kakek
ini ngomong apa sih, umur kakek masih panjang gak usah mikir yang aneh-aneh
dulu, lebih baik kakek sekarang istirahat supaya cepet sembuh terus bisa ke
kedai lagi,” ucap Arum.
Pak
Umar pun tertidur dengan lelap, Arum yang melihat kakeknya tidur pun ikut tidur
di kursi dekat ranjang kakeknya. Keesokan harinya Arum terbangun dan bersiap
siap untuk pergi ke kedai kopi, Arum membangunkan kakeknya dan berpamitan.
Tetapi kakeknya tak kunjung bangun, Arum sangat panik melihat kakeknya tak
kunjung bangun. Kemudian Arum berlari dari kamar kakeknya dan berteriak
memanggil dokter. Para dokter dan tenaga medis segera berlari menuju kamar Pak
Umar dan segera memeriksa Pak Umar. Arum hanya bisa memandang kakeknya dari
balik pintu yang hanya terdapat sedikit kaca tembus pandang. Arum takut terjadi
apa-apa pada kakeknya, dia menangis tersendu sendu hingga akhirnya ada seorang
dokter keluar dari kamar Pak Umar.
Dokter
itu berkata kepada Arum bahwa kakeknya sudah tiada, mendengar hal itu Arum
menangis sejadi jadinya, dia tidak tahu bagaimana hidupnya jika tidak ada
kakeknya. Ternyata percakapan dengan kakeknya tadi malam adalah percakapan
terakhirnya. Beberapa hari setelah kematian Pak Umar, Arum kembali membuka
kedai kopi abadi, Dialah yang akan melanjutkan kopi abadi sesuai dengan wasiat
kakeknya. Dia berjanji untuk tetap melanjutkan kedai kopi abadi sesuai dengan
apa yang kakeknya lakukan selama ini. Arum akan selalu mempertahankan resep dan
cita rasa dari kopi abadi. Dia tidak akan mengubah sedikit pun resep kopi yang
telah kakeknya buat. Sesuai dengan namanya resep kopi tersebut akan selalu
abadi.
-TAMAT-
Tidak ada komentar: